JAKARTA - Belum adanya sanksi bagi fasilitas kesehatan yang melanggar harga tertinggi uji usap yang telah ditetapkan pemerintah, menjadi sorotan anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay. Menurutnya, meski penetapan harga tertinggi uji usap patut diapresiasi, namun hal ini sebenarnya belum lengkap karena pemerintah khususnya Kemenkes, belum memutuskan sanksi kepada fasilitas kesehatan yang melanggar.
"Aturan ini sebaiknya diisi juga dengan sanksi. Dengan begitu, semuanya bisa mematuhi," kata Saleh dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 3 Oktober.
Apalagi, penerapan harga tertinggi dilakukan agar uji usap dapat terjangkau oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
"Swab test ini kan sangat penting. Masyarakat dianjurkan untuk melaksanakan tes minimal sekali dua minggu. Jika harganya mahal tentu masyarakat akan kesulitan," tegasnya.
Selain masalah sanksi, pemerintah juga diminta untuk memberikan subsidi bagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang ingin melakukan uji usap. Sebab, biaya Rp900 ribu untuk sekali uji usap dinilai dapat memberatkan mereka. "Karena itu pelu anggaran negara untuk membantu mereka," ungkapnya.
Diketahui, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menetapkan harga tertinggi uji usap di seluruh fasilitas kesehatan baik swasta maupun pemerintah sebesar Rp900 ribu. Adapun batasan tarif ini akan berlaku setelah diterbitkan Surat Edaran Menteri Kesehatan setelah diumumkannya keputusan itu kepada masyarakat.
"Kemenkes bersama BPKP menyetujui ada kesepakatan bersama batas tertinggi biaya swab dan PCR mandiri yang bisa kami pertanggungjawabkan untuk ditetapkan kepada masyarakat yaitu Rp900 ribu. Ini termasuk biaya pengambilan swab dan sekaligus biaya pemeriksaan terkait PCR. Jadi dua komponen ini total Rp900 ribu," kata plt. Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir dalam konferensi pers yang dilaksanakan secara daring, Jumat, 4 Oktober.
BACA JUGA:
Sebelum menetapkan harga ini, ada sejumlah acuan yang digunakan oleh Kemenkes dan BPKP untuk melakukan perhitungan yaitu jasa layanan SDM yang Terdiri atas Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik/Patologi Klinik, Tenaga ekstraksi, tenaga pengambilan sampel dan ATLM; bahan habis Pakai termasuk di dalamnya APD level 3; reagen untuk ekstraksi dan PCR; serta overhead mulai dari pemakaian listrik hingga pengelolaan limbah.
Selanjutnya, harga tersebut juga akan terus dievaluasi secara periodik dan jika diperlukan harganya bisa dibah kembali. "Kami juga meminta Dinas Kesehatan provinsi, kabupaten/kota untuk melakukan pengawasan dalam pemberlakukan harga swab PCR," tegasnya.
Selain melakukan pengawasan, Dinkes juga akan diminta melakukan pembinaan terhadap fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan uji usap mandiri. Jika nantinya dalam pembinaan ada fasilitas kesehatan yang tak mematuhi harga yang telah ditetapkan, maka Kemenkes akan memberikan teguran keras.