JAKARTA - Penanganan pemulasaraan jenazah terkait COVID-19 tak hanya memiliki rintangan berupa ancaman penularan virus corona. Mereka juga sering mendapat penolakan keluarga yang ingin mengurus jenazahnya sendiri di rumah.
Muhammadiyah Covid-19 Command Center MCCC Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura Muh. Hanifurrohman, meminta keluarga jenazah pasien COVID-19 mengerti bahwa pemulasaraan tak bisa dilakukan secara biasa, harus mengikuti protokol khusus.
"Ini memang dilema. Di satu sisi, keluarga menolak untuk jenazah dilaksanakan sebagaimana jenazah COVID-19 dan mereka mau membawanya pulang. Secara psikologis, mungkin dapat diwajari. Tapi, secara medis, kita harus edukasi ke keluarga," kata Hanif dalam diskusi di Graha BNPB, Jakarta Timur, Jumat, 12 Juni.
Kata dia, yang perlu diketahui pemulasaraan jenazah dengan protokol COVID-19 tidak boleh dilakukan di tempat yang asal saja. Tim pemulasaraan jenazah RS Darurat Wisma Atlet Reza Ramdhoni mengatakan ruangan pemulasaraan jenazah harus kedap.
"Diharapkan cairan cairan tubuh yang keluar dari jenazah itu tidak ada yang keluar dan tidak menjadi bahan infeksius terhadap dunia luar," tutur Reza.
Dalam pemulasaraan, jenazah tidak dimandikan untuk menghindari penularan COVID-19. Petugas harus menggunakan alat pelindung diri yang lengkap. Pertama, jenazah dimasukkan ke dalam kantong plastik. Kemudian, dimasukkan lagi ke dalam kantong jenazah.
"Bagi jenazah yang beragama islam kami tayamumkan. Karena ini dalam keadaan darurat, kami seragamkan semua jenazah menggunakan kain kafan," ucap Reza.
Setelah itu, kantong jenazah dimasukkan ke dalam peti. Peti tersebut juga diberi perekat (wrapping) pada sisi yang memungkinkan udara keluar. Selanjutnya, peti disemprot disinfektan berkali-kali.
"Itu sudah dalam kondisi yang aman dan mudah-mudahan tidak menginfeksius. Jadi, protokol yang kami jalankan amat sangat ketat baik kepada tim ataupun pelaksanaan jenazahnya sendiri," ungkap Reza.
Nah, yang menjadi catatan, petugas tak boleh banyak memanipulasi jenazah, dalam artian membuat pergerakan dan pemindahan jenazah dalam pemulasaraan. Reza bercerita, timnya pernah terpaksa melakukan pemulasaraan jenazah COVID-19 di kamar pasien lantai 9.
"Kita tidak banyak manipulasi dalam artian gerakan jenazahnya. Saat itu, kita temukan jenazah di atas sofa dan kita bungkus lapis demi lapis sesuai protokol, lalu kita disinfektan kantong mayatnya dan keluar melalui lift," ucap Reza.
BACA JUGA:
Sudah saatnya percayakan pemulasaraan jenazah COVID-19
Kemudian, dia meminta keluarga jenazah untuk tidak mengkhawatirkan proses pemulasaraan jenazah dengan protokol COVID-19 menjadi tidak sesuai syariat agama.
Sebab, sesuai dengan keputusan MUI bahwa jenazah Islam maka disebut dia sebagai jenazah syahid. Jadi, kami harapkan masyarakat tidak perlu khawatir lagi, apalagi yang kukuh jenazah ingin diambil lagi, ingin dimandikan sendiri, seakan-akan kalau dimandikan di rumah sakit tidak sah," jelas Hanif.
"Karena dalam kondisi darurat, maka Insyaallah sah secara syar'i. Saya harapkan masyarakat tidak perlu cemas dan khawatir," tutup dia.