Indonesia Pilih Abstain dalam <i>Voting</i> Resolusi PBB soal Penangguhan Rusia: Investigasi Dulu, Ingatkan Majelis Umum Berhati-hati
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah (Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Indonesia memilih abstain dalam pemungutan suara resolusi di Majelis Umum PBB, terkait penangguhan Rusia dari Dewan HAM, lantaran invasi dan "laporan pelanggaran berat dan sistematis dan pelanggaran hak asasi manusia" di Ukraina.

Bersama dengan mayoritas negara ASEAN, yakni Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Singapura, Malaysia dan Thailand, Indonesia bergabung dengan 58 negara yang menyatakan abstain. Sementara Filipina dan Myanmar mendukung dan Laos memberikan suara menolak.

Total dari 193 negara anggota Majelis Umum, sebanyak 93 negara yang dipimpin oleh Amerika Serikat menyatakan dukungan terhadap resolusi penangguhan Rusia dari Dewan HAM PBB, 24 negara menolak dan 58 negara abstain.

Indonesia memiliki pertimbangan tersendiri, mengapa memutuskan untuk memilih abstain dalam pemungutan suara semalam.

"Indonesia ada menjelaskan alasan memilih abstain, antara lain sebaiknya diadakan dulu investigasi oleh lembaga independen sebagaimana disarankan oleh Sekjen PBB," sebut juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah saat dikonfirmasi VOI, Jumat 8 April.

Dalam salinan teks pidato di Majelis Umum PBB semalam yang diperoleh VOI, Duta Besar Indonesia untuk PBB Arramanatha Nasir mengatakan, sangat menyedihkan melihat permushan di Ukraina berlanjut dan jumlah korban sipil terus meningkat.

Dikatakannya, Indonesia tidak menganggap enteng laporan pelanggaran berat dan sistematis dan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk laporan terbaru dari Bucha.

"Untuk alasan ini, kami percaya Dewan Hak Asasi Manusia harus tetap menangani masalah ini, dan mendukung seruan Sekretaris Jenderal untuk penyelidikan menyeluruh dan independen," ujarnya.

"Kami juga mendukung penuh pembentukan komisi penyelidikan internasional yang independen, oleh Dewan Hak Asasi Manusia," sambunya.

"Tidak diragukan lagi bahwa mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran, dan pelanggaran hak asasi manusia di Ukraina, harus dimintai pertanggungjawaban dan dibawa ke pengadilan.|

"Komisi, oleh karena itu, harus menerima dukungan penuh dan akses yang diperlukan, untuk menjalankan mandatnya secara efektif. Sementara itu, kita harus memberi kesempatan kepada komisi untuk bekerja secara objektif, transparan, dan mempresentasikan temuan dan laporannya. Kita harus mengizinkan uji tuntas, dan tidak berprasangka buruk terhadap pekerjaan komisi."

"Majelis Umum juga harus berhati-hati. Penting untuk menerima semua fakta sebelum mengambil tindakan yang mencabut hak-hak sah anggotanya. Selain itu, tindakan Majelis Umum tidak boleh membuat preseden negatif, yang dapat merusak kredibilitas badan agung ini.Karena alasan inilah kami abstain dalam resolusi tersebut," tandasnya.

Dia juga memastikan, Indonesia tetap teguh, dalam komitmen kami untuk menghormati dan melindungi hak asasi manusia bagi semua orang.

"Prioritas kami sekarang, harus menyelamatkan nyawa dan melindungi warga sipil di Ukraina. Jadi kita harus menghentikan perang. Saya ulangi, kita harus menghentikan perang sekarang. Jika tidak, kita semua akan menderita," tegasnya.

Diketahui, sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada 24 Februari, Majelis telah mengadopsi dua resolusi yang mengecam Rusia dengan 141 dan 140 suara mendukung. Moskow mengatakan sedang melakukan "operasi khusus" untuk mendemiliterisasi Ukraina.

Dewan Hak Asasi Manusia tidak dapat membuat keputusan yang mengikat secara hukum. Keputusannya mengirimkan pesan politik yang penting, bagaimanapun, dan dapat mengizinkan penyelidikan. Bulan lalu dewan tersebut membuka penyelidikan atas tuduhan pelanggaran hak, termasuk kemungkinan kejahatan perang, di Ukraina.