Faisal Basri: Cepat atau Lambat, Pemerintah Bikin BUMN Jatuh Satu per Satu
Ekonom senior Indef, Faisal Basri. (Foto: Kemenkominfo)

Bagikan:

JAKARTA - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri mengkritik rencana revisi Undang-Undang Bank Indonesia (RUU BI) dan Perppu Reformasi Sistem Keuangan yang muncul di tengah pandemi COVID-19. Hal ini karena sepanjang semester I 2020, sektor keuangan masih tumbuh positif.

Faisal menilai, Perppu pun tak bisa dijadikan alternatif penyelesaian dampak COVID-19 saat ini. Sementara itu, menurut dia, akan terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dalam revisi Undang-undang Bank Indonesia (BI) yang saat ini sedang digodok. 

Lebih lanjut, Faisal mengatakan, pemerintah justru terlihat ingin mencengkeram kekuasaan lebih dengan masuknya Kementerian Keuangan ke dalam dewan moneter di dalam Revisi UU BI.

Faisal mengaku khawatir, jika pemerintah bisa 'mengutak-atik' independensi BI, ke depannya akan ada titipan tugas atau kepentingan pemerintah yang dibebankan ke bank sentral.

"Kalau semua di pemerintah nanti kalau BUMN enggak bisa bayar utang lagi, BI disuruh menyalurkan kredit likuiditas ke BUMN. Soon or later BUMN kita akan berjatuhan satu per satu. Ini yang harus kita jaga dari sekarang, bukan mengutak atik atap rumah ketika badai masih terus hadir," tuturnya, dalam diskusi INDEF, Kamis, 1 Oktober.

Faisal mengatakan, permasalahan bank saat ini bisa diatasi melalui saling bantu. Misalnya bank yang besar likuiditasnya, seperti Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV membantu bank kecil. Sehingga, Perppu Reformasi Sistem Keuangan dan Revisi UU BI mendesak.

"Yang masalah adalah BUKU I dan BUKU II, bagaimana likuiditas besar memberi pinjaman ke bank yang kecil, agar diperluas dan itu bisa antar bank itu selesai itu masalahnya, kuncinya adalah mengatasi COVID-19 ini," jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ekonom Senior Indef Fadhil Hasan menyebut bahwa fungsi BI seperti terkait dengan kebijakan moneter, sistem pembayaran, dan makro prudensial, tidak boleh dibatasi atau diintervensi.

Sejak UU Nomor 2 Tahun 2020 disahkan, kata Fadhil, BI tidak lagi independen lantaran bank sentral dibebankan menjaga pertumbuhan ekonomi nasional. BI juga diperbolehkan membeli Surat Utang Negara (SUN) di pasar perdana. Padahal, itu tidak diperbolehkan dalam UU BI sendiri.

Fadhil mengaku khawatir kewenangan yang sejatinya diambil karena keadaan extraordinary (luar biasa) akibat dampak COVID-19 ingin dipermanenkan oleh pemerintah lewat revisi UU terkait.

"UU Nomor 2 itu sifatnya kan 3 tahun, temporer lah. Tapi dengan ada revisi mau dipermanenkan ketidak-independenan BI ini. Itu yang harus dijaga," katanya.

Terkait