Cerita Pasien OTG Isolasi Mandiri di Hotel: Sulit Keluar Kamar dan Ganti Seprai Sendiri
Ilustrasi isolasi mandiri di hotel (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Menjalani isolasi mandiri di hotel bagi sebagian pasien berstatus OTG atau bergejala ringan mungkin terdengar enak atau nyaman. Namun lain cerita, jika pasien hanya tinggal di kamar tanpa mendapatkan perawatan atau fasilitas kesehatan yang memadai.

Hal itu dialami oleh seorang pasien berstatus OTG, yang kini menjalani karantina mandiri di Hotel Ibis Style di Mangga Dua, Jakarta. Selama empat hari terakhir, ia dan kedua putranya menjalani isolasi mandiri tanpa mendapatkan pelayanan kesehatan selayaknya pasien OTG yang dirawat di Wisma Atlet. 

Di mana kondisi pasien di rumah sakit akan mendapatkan perawatan menyeluruh, dari pemeriksaan kesehatan, obat dan vitamin untuk menunjang kondisi fisik. Termasuk perawatan pernapasan dan alat kesehatan lainnya yang menunjang selama melakukan karantina.

"Sudah empat hari saya stay di hotel Ibis Mangga Dua, sejak dirujuk dari puskesmas untuk menjalani isolasi mandiri," tuturnya yang tak ingin disebutkan namanya kepada VOI, Kamis, 1 Oktober. 

Dirinya tak sendiri, bersama dua orang anaknya yang juga dinyatakan OTG dan harus menjalani isolasi mandiri di hotel. Keputusan ini diambil setelah hasil swab test yang dijalani istrinya dinyatakan positif COVID-19.

Aktivitas pasien OTG dilakukan di dalam kamar (dok. Istimewa)

Menurut ceritanya, pasien COVID-19 akan dijemput ambulans dan dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan. Sedangkan orang ini mengaku diantar menggunakan bus jemputan sekolah menuju hotel yang dirujuk sebagai tempat isolasi mandiri.

Untuk diketahui pemerintah pusat melalui Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, telah membuka sejumlah hotel guna menjadi tempat isolasi mandiri bagi pasien COVID-19 dengan gejala OTG, selama 10 sampai 14 hari. Salah satunya Ibis Style di Mangga Dua, Jakarta Utara.

"Saat tiba memang ada protokol kesehatan standart, yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan pihak hotel. Hanya saja selain menginap di kamar hotel, tak ada pelayanan kesehatan lain yang kita terima," paparnya.

"Untuk pelayanan standart hotel bintang 3. Tapi untuk pasien OTG tak bisa pakai fasilitas hotel, bahkan untuk keluar kamar atau berjemur matahari selayaknya perawatan pasien OTG yang dirawat di Wisma Atlet tidak diperbolehkan," tambahnya. 

Di mana menurutnya, hal tersebut memang dilakukan pihak hotel untuk meminimalisir interaksi pasien OTG dengan pengunjung lainnya. Untuk pelayanan kamar, staff hotel juga dibekali pakaian APD jika berinteraksi dengan pasien OTG.

Selama menjalani karantina mandiri, pihak hotel menjamin kebutuhan makan pasien OTG. Mereka mendapat jatah makanan beserta lauk pauknya sebanyak tiga kali sehari, mulai dari sarapan, makan siang dan malam.

Menu makan yang diterima pasien OTG saat karantina mandiri di Hotel (dok. Istimewa)

Untuk lauknya bervariasi, seperti pagi ini dirinya menerima menu makan dengan lauk nasi kuning dan telur mata sapi, lengkap dengan tumis sayur, sambal dan irisan buah semangka. Sedangkan lauk makan siang berupa nasi daging ayam, tumis sayur, kerupuk dan tiga iris buah semangka.

Meski kebutuhan makanan tercukupi, dirinya merasa bingung karena pihak hotel maupun petugas kesehatan tak memberikan obat-obatan atau suplemen vitamin bagi pasien OTG. Termasuk pemeriksaan kesehatan rutin selayaknya prosedur pasien OTG di Wisma Atlet.

"Obat-obatannya tidak ada, bahkan untuk pemeriksaan medis seperti tensi, mengukur suhu badan dan vitamin belum ada. Jadi hanya stay di kamar hotel saja," ungkapnya.

Semua Dikerjakan Sendiri

Minimnya fasilitas yang diterima, mengharuskan pasien OTG melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Bahkan untuk pelayanan laundry pakaian yang biasanya disediakan pihak hotel tak dapat dilakukan. 

"Untuk room service ya kita kerjakan sendiri, paling yang bisa diorder hanya ganti seprai dan selimut atau kain pel dan sapu. Bahkan untuk laundry karena gak bisa mencuci dan menjemur pakaian di luar ruangan, kita lakukan di kamar," ungkapnya. 

Semua aktivitas rumahan seperti mencuci dan membersihkan ruangan dilakukannya sendiri. Kalau pun ada keperluan yang dibutuhkan, staff hotel hanya akan mengantarnya sampai depan kamar.

"Mereka hanya mengantar barang sesuai permintaan dan di taruh di depan pintu kamar. Staff hotel juga menggunakan pakaian APD, setelahnya ya saya kerjakan sendiri untuk sapu atau pel dan bersihkan kamar," tuturnya.

Menjemur pakaian di dalam kamar (dok. Istimewa)

Menurutnya hanya ada seorang petugas dari dinas kesehatan Jakarta yang berada di hotel untuk mengawasi pasien OTG, selama menjalani isolasi mandiri. Ia juga tak mengerti bagaimana sebenarnya prosedur isolasi mandiri di hotel.

Pasalnya petugas kesehatan baru akan memeriksa pasien OTG pada hari ke 10 setelah menjalani isolasi mandiri di hotel. Setelahnya mereka akan mengambil tindakan untuk diperbolehkan pulang atau tetap stay di hotel. 

"Agak bingung juga dengan status OTG yang menjalani isolasi mandiri di sini. Tak ada kesamaan fasilitas pelayanan kesehatan yang diterima pasien OTG di Wisma Atlet, bahkan untuk tahu kita sehat saja baru nanti diperiksa pada hari ke 10," tuturnya.

Menurut hematnya, prosedur isolasi mandiri di hotel tak berbeda dengan melakukan karantina di rumah. Lantaran tak adanya aktivitas atau pelayanan kesehatan untuk mengkontrol pasien OTG.

"Kalau hanya makan-tidur saja mungkin lebih baik stay di rumah. Saya juga tidak tahu pemeriksaan kesehatannya bagaimana karena minim interaksi dan pemberian obat atau vitamin, Seandainya di rumah tentu bisa kontrol ke puskesmas terdekat," pungkasnya.