Bagikan:

SURABAYA - Pengurus Wilayah Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Jawa Timur memprediksi awal Ramadan yang ditetapkan pemerintah dengan NU bakal berbeda. Pasalnya, terdapat perbedaan kriteria soal ketinggian hilal antara pemerintah dengan NU. 

"Kalau NU memegang pendapat minimal ketinggian hilal dua derajat, sementara pemerintah minimal tiga derajat. Yang jelas kalau tidak berhasil (melihat hilal) tetap saja ada yang berbeda," kata Ketua LFNU Jatim, Shofiullah atau Gus Shofi, Jumat, 1 April.

Menurut Gus Shofi, perbedaan itu bakal terjadi karena faktor cuaca, sehingga pemantauan rukyatul hilal tahun ini masuk kategori kritis dan krusial. LFNU sendiri akan mulai memantau hilal di 27 titik tersebar di Jatim hari ini. Ini dilakukan untuk memastikan awal bulan Ramadan. 

Gus Shofi mengaku sempat memantau dan ketinggian hilal mencapai dua derajat lebih sedikit di atas ufuk. Dia menyebut ketinggian hilal saat dipantau sangat mepet, sehingga kecil kemungkinan dapat terlihat. "Oleh karena itu, saya mohon teman-teman benar-benar melakukan rukyatul hilal, berhasil atau tidak berhasil (melihat hilal)," katanya. 

Selain soal ketinggian hilal, hal lain yang menghalangi pemantauan hilal adalah kondisi cuaca yang diprediksi mendung. Biasanya, kata Gus Shofi, pada bulan April-Mei cuaca mendung dan gerimis, sehingga menghalangi pemantauan hilal. 

"Tapi biasanya yang sering melihat hilal, lokasinya yang bagus di Gresik Condrodipo, Tanjung Kodok (Lamongan), di Tuban, kemudian di Denanyar Jombang," ujarnya.

Di titik-titik potensial itu, kata dia, tim LFNU juga sudah memiliki teropong yang canggih. Karena tidak semua (teropong milik LFNU di kabupaten/kota) canggih, masih ada yang alat-alat seadanya. "Kalau di titik berpotensi melihat hilal, semua punya alat yang canggih, dan kemungkinan berhasil," katanya.