Bagikan:

JAKARTA - 'Don't judge a book by its cover' mungkin adalah sebuah pelajaran yang diambil dari kasus Reynhard Sinaga. Bagaimana tidak, Reynhard telah terbukti memperkosa sebanyak 195 pria muda. 

Padahal sehari-harinya, Reynhard dikenal sebagai pria yang baik dan relijius. Namun imej tersebut bergeser drastis, kini Reynhard dikenal sebagai 'individu yang bejat'. 

Bahkan kepolisian Manchester masih kesulitan untuk mencari korban-korban pencabulan yang dilakukan Reynhard Sinaga. Sebab, kebanyakan korban yang diperkosa Reynhard berada dalam pengaruh obat-obatan. Sehingga tidak menyadari aksi cabul tersebut.

Sekali pun mereka sadar telah dilecehkan, para korban ini enggan untuk melaporkan kepada pihak berwajib karena merasa malu telah dilecehkan. Belum lagi gangguan psikologis yang harus dihadapi para korbannya. 

Otoritas Kepolisian di Manchester, bahkan menbentuk unit pelayanan khusus bagi para korban kasus Reynhard Sinaga. Mereka bisa menghubungi lembaga terkait dan akan diberikan penyuluhan psikologis terkait apa yang dialaminya.

Terkuaknya kasus terbesar di sepanjang sejarah Inggris tersebut tentunya mengusik pikiran masyarakat Indonesia. Sebab bukannya membawa prestasi, Reynhard justru mengangkat nama Indonesia lewat tindak kriminal dan kelainan seksual. 

Selain itu, kasus Reynhard Sinaga juga memantik isu anti-LGBT atau lesbian, gay, bisexual, dan transgender di Indonesia. Mengingat korban-korbannya yang sebagian besar adalah pria heteroseksual di Manchester, Inggris. Hal ini tentu membuat LGBT kembali dianggap sebagai kelompok orang-orang yang sakit jiwanya.

Dikutip dari The Guardian, Reynhard juga tidak pernah menyembunyikan disorientasi seksualnya selama tinggal di Manchester. Reynhard bahkan kerap nongkrong di Canal Street and Village Gay

Dalam persidangan, Raynhard juga mengatakan bahwa ia menggunakan aplikasi kencan gay seperti Grindr dan Hornet. Teman-teman Reynhard juga mengatakan bahwa mereka tidak tahu sama sekali aksi kejahatannya. Namun beberapa temannya mengaku pernah mendengar cerita telah menggambarkan “mengubah” pria heteroseksual. 

Reynhard kerap menyombongkan diri kepada teman-temannya soal aksi cabulnya itu. Apalagi jika korban yang dibawanya adalah laki-laki heteroseksual.

Tulis Jurnal Orientasi Seksual

Jauh sebelum kasus ini terkuak ke publik. Reynhard Sinaga memang sudah menaruh perhatian besar terhadap LGBT. Ia sempat menulis jurnal ilmiahnya yang berjudul 'Sexuality and Everyday Transnationalism in South Asian Gay and Bisexual Men in Manchester' untuk keperluan S-3 di University of Leeds, pada 2012.

Pada 2014, Reynhard juga pernah mempublikasikan ulasannya akan sebuah buku berjudul 'Queer migration politics: activist rhetoric and coalitional possibilities' yang ditulis oleh penulis asal Amerika Karma R. Chavez. Buku tersebut menggambarkan hak imigrasi dan keadilan sosial bagi kelompok queer atau mereka yang tidak termasuk heteroseksual.

"Chavez berhasil mencoba untuk menerobos persepsi dengan menggabungkan diskusi tentang hak-hak imigrasi, hak-hak queer, dan keadilan sosial. Dia meneliti momen koalisi dan politik koalisi yang digunakan oleh para aktivis ketika mengartikulasikan keprihatinan bersama antara queer dan politik migrasi," tulis Reynhard dalam review-nya.

Dilihat dari review yang ditulis Reynhard, ia setuju dengan pendapat Chavez yang menyatakan bahwa kelompok LGBT mengalami ketertindasan, bahkan penderitaan mereka bertambah jika kelompok tersebut juga berstatus sebagai imigran. Reynhard juga memiliki pemikiran yang sama jika politik imigrasi dan queer harus berkoalisi. 

Memantik Gelombang anti-LGBT di Indonesia

LGBT merupakan isu yang paling sensitif di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan LGBT dianggap sebagai kelompok yang melanggar batas agama dan sosial. Perilaku LGBT kerap dianggap menyimpang, merusak masa depan anak bangsa. Tak sekadar agama dan sosial, LGBT juga dianggap memberikan dampak buruk bagi kesehatan. 

Kasus pemerkosaan yang dilakukan Reynhard menjadi justifikasi bagi masyarakat anti-LGBT. Banyak masyarakat, khususnya netizen, yang mengatakan secara terang-terangan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Reynhard adalah bukti kejahatan kaum LGBT. Sayangnya, mereka menjadi mengesampingkan permasalahan utama yang dilakukan oleh Reynhard, yaitu tindak pemerkosaan. 

Meski demikian masih banyak netizen Indonesia yang bijak dan lebih subjektif, terhadap kasus Reynhard Sinaga. Banyak yang mulai menyadari tindakan perkosaan tak hanya menyasar korban perempuan saja, sebab lelaki pun bisa menjadi sasaran.

Kasus Reynhard ini sebenarnya juga bisa untuk membuka mata masyarakat jika budaya victim-blaming terhadap korban pemerkosaan harus dihapuskan. Melihat para korban pemerkosaan oleh Reynhard terganggu psikologisnya, mati rasa untuk menjalani hidup, hingga hendak melakukan bunuh diri.