JAKARTA - Pengusaha pusat perbelanjaan (mal) dan ritel mengaku mengalami kesulitan yang luar biasa untuk bisa bertahan di tengah pelemahan ekonomi akibat pandemi COVID-19 dan PSBB DKI Jakarta. Sebab, tingkat pengunjung mal terus mengalami penurunan.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan, jumlah pengunjung mal turun drastis sejak Maret, setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia. Kondisi penurunan pun terus berlanjut hingga saat ini, termasuk saat PSBB DKI Jakarta jilid II yang diberlakukan Gubernur Anies Baswedan.
"Sekarang kan kondisi pusat belanja semakin berat, makin defisit, terutama traffic pada PSBB pengetatan ini hanya tinggal tersisa sekitar 10 persen hingga 20 persen saja. Jadi pusat perbelanjaan itu sudah defisit besar-besaran," tuturnya, dalam diskusi virtual, Senin, 28 September.
Pada saat PSBB transisi, kata dia, pengusaha mal masih bisa bertahan karena jumlah pengujung masih sekitar 30 hingga 40 persen. Namun, sekarang kondisi semakin berat, sehingga butuh bantuan dari pemerintah yang sifatnya langsung.
Ia menjelaskan, ada beberapa hal yang menyebabkan tingkat kunjungan mal turun drastis. Penyebab itu di antaranya karena pandemi COVID-19 membuat masyarakat masih berhati-hati untuk keluar rumah, kemudian karena daya beli masyarakat yang merosot tajam.
Lebih lanjut, kata Alphonzus, sejak PSBB ketat jilid II diberlakukan di Jakarta, restoran dan kafe dilarang menyediakan layanan makan di tempat atau dine-in. Kondisi ini sangat menyulitkan karena destinasi utama masyarakat ke mal adalah ke restoran dan kafe.
"Resesi ekonomi meskipin selama ini sudah dirasakan, tapi dengan efek pengumuman resesi nanti, pasti akan ada efek kepada dunia usaha. Kemudian efek pada transaksi jual beli dan sebagainya. Kami harap pemerintah bisa secepatnya merespons permintaan dari peritel dan pusat belanja," tuturnya.
Adapun bantuan yang diminta dari pemerintah pusat dan daerah adalah pembebasan PPh dan PNN, pembabasan PBB, pajak reklame dan pajak parkir.
"Ini kenapa kami minta, karena meskipun pusat perbelajaan tutup dan tidak operasional secara penuh, tapi tetep bayar pajak reklame dan PBB," jelasnya.
Bebaskan Pajak Pengusaha, Selamatkan Ancaman PHK Massal
Alphonzus mengatakan, jika pelaku usaha dibebaskan pajak maka akan sangat membantu cash flow perusahaan supaya tidak terlalu besar defisitnya. Sehingga, bisa pengusaha dapat mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawan.
BACA JUGA:
"Jika tidak dibantu pelaku usaha bisa kolaps dan banyak terjadi PHK , kalau kondisi ini terjadi akan membuat resesi semakin panjang" jelasnya.
Lebih lanjut, dia mengaku khawatir, jika PSBB ketat ini diperpanjang dampaknya akan ke pusat perbelanjaan. Karena tren jumlah kasus positif bukan turun tapi cenderung naik dari waktu ke wkatu. Jika ini terus terjadi, bukan tidak mungkin PHK massal akan terjadi.
"Teman-teman di Food and Beverages (FnB) sudah rumahkan karyawannya. Kalau ini lanjut terus, akhirnya daya tahan penyewa peritel tidak mampu lagi yang tadinya dirumahkan akan meningkat jadi PHK. Kalau sudah PHK tentu juga akan memengaruhi perusahan, kalau berlanjut terus perusahaan penyewa ini akan kolaps," tuturnya.
Menurut Alphonzus, kalau penyewa kolaps ini akan berpengaruh kepada pusat perbelanjaan. Sebab keduanya merupakan satu kesatuan eksosistem.
"Kita enggak tahu jumlah kasus positif akan turun sampai kapan. Ini harus antisipasi, kami akan bersama-sama turunkan kasus positif. Tapi di satu sisi pengusaha juga sudah kehabissan tenaga. Karena itu, kami harapkan pemerintah untuk membantu supaya bisa bertahan dan jumlah kasus bisa ditekan," ucapnya.