Pembagian Kuota Internet Gratis Kemendikbud Dinilai Tidak Proporsional
Ilustrasi/Pixabay

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan kuota internet gratis kepada pelajar dan pendidik untuk menunjang belajar secara online di masa pandemi COVID-19.

Namun, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menilai pembagian kuota internet ini tidak proporsional.

"Menurut saya, tidak ada ukuran atau hitungan yang pasti tentang kebutuhan kuota internet untuk umum atau belajar. Pembagian besaran kuota umum dan kuota belajar tidak proporsional," kata Heru dalam keterangannya, Senin, 28 September.

Hal yang mendasari penilaian ini, menurut Heru, karena terdapat sejumlah aplikasi belajar yang dianggap tidak efektif. Sebabnya, aplikasi tersebut tak banyak diunduh, jika dilihat dari layanan distribusi aplikasi seperti Google Playstore.

Aplikasi pertama yang dicurigai bernama Aminin yang dipakai untuk belajar agama Islam. Dilihat dari Google Playstore per tanggal 26 September 2020, aplikasi itu baru diunduh sebanyak 1.000 kali. 

Selanjutnya yang dicurigai adalah aplikasi bernama AyoBelajar. Perangkat lunak ini ternyata baru diunduh sebanyak 5.000 kali.

Kemudian aplikasi Birru baru 100 kali diunduh. Kemudian, aplikasi Eduka yang diperbaharui pada 29 Okteber dan baru diunduh sebanyak 1.000 kali. Selain itu, ada Ganeca Digital yang hanya diunduh 1.000 kali.

"Patut diduga bahwa ada upaya Kemendikbud untuk mengarahkan penggunaan aplikasi tertentu yang akan memberikan keuntungan finansial bagi perusahaan pengembang aplikasi," jelas Heru.

Jika aplikasi ini ternyata tidak dipakai oleh pelajar dan pendidik, Heru memprediksi ada 15 GB kuota internet gratis tiap siswa yang akan hangus bersamaan dengan habisnya masa kuota aktif.

Heru lalu mengalkulasikan besaran kuota menjadi rupiah. Jika 1 GB sama dengan Rp1.000, maka anggaran kuota satu siswa akan hangus sebanyak Rp15 ribu.

Saat ini, satuan pendidikan yang nomor ponselnya sudah aktif dan valid serta telah mengunduh Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) telah ada 26 juta orang. Jika dihitung, Rp15 ribu dikali 26 juta, maka akan ada kerugian minimal sebanyak Rp399 miliar. 

"Bantuan kuota ini diberikan selama 4 bulan. Jika dikalikan, total potensi kerugian anggaran Kemendikbud mencapai Rp1,78 triliun. Artinya, ada 25 persen anggaran terbuang dari total pengeluaran kuota internet sebesar Rp7,2 triliun," jelas dia.

Sebagai informasi, bantuan kuota internet dibagi menjadi kuota umum dan kuota belajar, di mana kuota umum dapat digunakan untuk mengakses seluruh aplikasi, sedangkan kuota belajar hanya dapat digunakan untuk aplikasi tertentu saja.

Kuota umum jumlahnya 5 GB untuk seluruh jenis bantuan bagi pendidik dan peserta didik, sedangkan sisanya adalah kuota belajar sesuai dengan volume bantuan yang diberikan. Pada kuota belajar terdapat 19 aplikasi pembelajaran, 5 video conference, 22 website, dan 401 website universitas.