JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil survei perilaku masyarakat di tengah masa pandemi COVID-19. Hasilnya 45 persen masyarakat baru memperketat protokol kesehatan setelah ada yang positif COVID-19 di lingkungan mereka.
Survei dilakukan BPS pada 7-14 September dan diikuti 90.967 responden yang terdiri dari 55 persen responden perempuan dan 45 persen laki-laki.
"Respon masyarakat ketika ada yang terinfeksi COVID-19 di lingkungan sekitarnya, 45 persen masyarakat yang menemukan orang terinfeksi akan memperketat protokol kesehatan di lingkungan masing-masing," kata Kepala BPS Suhariyanto saat memaparkan hasil survei yang disiarkan di akun YouTube BNPB Indonesia, Senin, 28 September.
Kecuk sapaan akrab Suhariyanto mengatakan, selain itu ada juga respon lainnya. Yakni 22 persen responden akan memberikan dukungan. Sementara itu, tujuh persen di antaranya akan mengucilkan atau memberikan stigma negatif kepada penderita.
Terkait reaksi terakhir tersebut, Suhariyanto menyebut pemberian stigma negatif terhadap masyarakat yang terjangkit COVID-19 tidak bisa dibiarkan. Apalagi, kasus semacam ini saat ini sudah banyak terjadi di tengah masyarakat.
Sebagai contoh, dia menyinggung ada pegawai BPS yang dinyatakan positif COVID-19 dan harus masuk ke Wisma Atlet Kemayoran Jakarta. "Sudah negatif kemudian dia keluar dan di kosannya kemudian ditolak. Sehingga kami harus carikan tempat lain," tegasnya.
Sehingga ke depan, pemerintah dirasa perlu untuk melakukan sosialisasi secara ketat mengenai COVID-19. Tujuannya, agar masyarakat yang telah dinyatakan negatif bisa kembali ke tengah masyarakat tanpa ada stigma negatif.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, survei ini juga mencatat sebanyak 25 persen responden ternyata telah melakukan aktivitas di luar rumah setelah adanya adaptasi kebiasaan baru. Mereka, kata Suhariyanto, keluar rumah untuk melakukan pekerjaan.
"Dengan banyaknya masyarakat yang lebih beraktivitas selama adaptasi kebiasaan baru, yang perlu dimonitor, bagaimana mereka pergi ke kantor apakah pakai kendaraan umum atau pribadi," ujarnya.
Terakhir, Suhariyanto juga menyebut perkantoran, mal, dan pelayanan publik sudah hampir seluruhnya menerapkan protokol kesehatan. Namun, penerapan protokol ini masih belum terjadi di pasar tradisional dan tempat ibadah.
"Jadi di tempat kerja, mal dan pelayanan publik hampir seluruhnya terapkan protokol kesehatan. Catatan khususnya adalah untuk pasar tradisional dan pedagang kaki lima, 17,3 persen responden nyatakan sama sekali tidak ada protokol kesehatan," ujarnya.
"Berikutnya yang harus dijaga adalah tempat ibadah karna 5,78 persen responden mengaku di tempat ibadahnya tidak berlaku protokol kesehatan. Jadi dua tempat ini tampaknya ke depan perlu perhatian lebih ketika melakukan sosialisasi protokol kesehatan," imbuhnya.
Sehingga ke depan, pemerintah diminta untuk konsisten memperhatikan penerapan protokol kesehatan di pasar tradisional maupun tempat ibadah. "Selain sosialinsasi perlu ada support dari pemerintah supaya protokol lebih tertib," pungkasnya.