Dokter: Ekonomi Bisa Dihidupkan Lagi, Korban Meninggal?
Ilustrasi (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Dokter spesialis paru RSUP Persahabatan, Erlina Burhan, menanggapi hasil survei yang menunjukkan bahwa lebih banyak masyarakat yang menginginkan pemerintah memprioritaskan penanganan ekonomi selama wabah COVID-19.

Erlina menyatakan, pemulihan ekonomi di masa pandemi bukan berarti melonggarkan protokol pencegahan COVID-19. Masyarakat juga mesti mencegah penularan virus corona di berbagai tempat, seperti transportasi umum, pariwisata, tempat perbelanjaan, hingga perkantoran.

"Kalau anda ingin ada ekonomi membaik, gunakanlah protokol kesehatan yang optimal. Ada pepatah mengatakan bahwa kalau kondisi ekonomi turun, kita bisa menghidupkan kembali. Tapi, kalau korban COVID-19 meninggal, kita enggak bisa menghidupkannya lagi," kata Erlina dalam diskusi webinar, Selasa, 21 Juli.

Erlina meminta semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat menyadari bahwa ketika masa adaptasi menuju kenormalan baru, perkembangan kasus COVID-19 tak kunjung mereda. 

Pertambahan kasus baru dalam beberapa waktu terakhir selalu di atas angka 1.000. Per hari ini, angka kasus baru COVID-19 bertambah 1.655 kasus dan totalnya menjadi 89.869 kasus.

"Rata-rata kenaikan kasus terus naik dan belum adan penurunan. Kita sudah menyalip China. Padahal, China itu penduduknya 1,6 miliar, sementara kita penduduknya 270 juta. Tetapi, jumlah kasus yang terkonfirmasi lebih banyak," ucap Erlina.

Artinya, kata dia, saat ini masyarakat belum bisa mengendalikan penyebaran COVID-19 ketika keluar rumah. "Kalau (penanganan) ini mau diseimbangkan kesehatan dan perekonomian, syaratnya satu. Protokol kesehatan mutlak untuk dilaksanakan dan pelaksanaannya jangan dibiarkan diserahkan kepada masyarakat, tapi ada pemantauannya," jelas dia.

Sebagai informasi, lembaga survei Indikator Politik Indonesia memaparkan bahwa saat ini lebih banyak masyarakat yang menginginkan pemerintah untuk memprioritaskan masalah ekonomi dibanding kesehatan di masa pandemi COVID-19.

Berdasarkan hasil survei mengenai opini publik terhadap COVID-19 dari dimensi kesehatan dan ekonomi, Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi menyebut ada 47,9 masyarakat yang menginginkan pemerintah lebih memprioritaskan perekonomian.

Sementara, ada 45 persen masyarakat yang lebih ingin pemerintah memprioritaskan masalah kesehatan. Lalu, ada 7 persen yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

"Tetapi, perbedaan respons pada bulan Juli antara responden yang pro kesehatan dan ekonomi itu tidak signifikan secara statistik," kata Burhanuddin dalam pemaparan survei via webinar, Selasa, 21 Juli.

Burhanuddin mejelaskan, tren masyarakat yang ingin pemerintah memprioritaskan masalah ekonomi meningkat dari hasil survei dua bulan lalu dengan angka 45 persen. 

Peningkatan ini beriringan dengan penurunnya jumlah masyarakat yang menginginkan pemerintah memprioritaskan masalah kesehatan dua bulan lalu dengan angka 60,7 persen.