Bagikan:

JAKARTA - Staf Ahli Menteri Kesehatan Andani Eka Putra menilai kepatuhan warga Sumatera Barat dalam melaksanakan protokol kesehatan amat rendah.

"Padahal dalam penanganan pandemi pencegahan di hulu dengan melaksanakan protokol kesehatan jauh lebih baik ketimbang di hilir berupa penanganan pasien yang sudah terpapar di rumah sakit," kata dia di Padang, dilansir Antara, Kamis, 19 Agustus.

Ia menyampaikan hal itu pada sharing session Pengendalian Pandemi COVID-19 di Sumbar diselenggarakan oleh Ombudsman perwakilan Sumbar secara daring.

Menurut Kepala Laboratorium Diagnostik dan Riset Terpadu Penyakit Infeksi Kedokteran Universitas Andalas itu, pelaksanaan protokol kesehatan yang rendah terlihat nyata di tempat umum mulai dari tempat wisata, pusat perbelanjaan, rumah makan, restoran dan pasar hingga tempat ibadah tidak ada yang melaksanakan prokes.

"Termasuk masyarakat yang melaksanakan aktivitas sehari-hari di luar kantor pemerintah tidak ada yang melaksanakan protokol kesehatan dengan baik, sama-sama bisa dilihat tampak di mata," ujarnya.

Padahal menurutnya kepatuhan pelaksanaan protokol kesehatan adalah kunci pertama pengendalian pandemi COVID-19.

"Untuk itu perlu membangun edukasi dan pemahaman masyarakat soal pentingnya melaksanakan protokol kesehatan ini," katanya.

Selain menyoroti pelaksanaan protokol kesehatan di Sumbar ia juga menilai pelaksanaan tracing atau penelusuran riwayat kontak pasien positif COVID-19 juga tidak optimal.

"Tracing kita tidak berjalan dengan baik, kecuali di Padang yang cukup baik karena sebagian besar testing ada di Padang," katanya.

Selain itu ia juga menilai tidak banyak tempat isolasi yang disediakan baik di nagari hingga tempat isolasi terbaru.

"Hampir sebagian besar pasien COVID-19 melakukan isolasi mandiri di rumah dan itu rentan menularkan kepada anggota keluarga yang lain sehingga kasus baru bertambah," kata dia.

Ia mengakui isolasi mandiri di rumah biayanya murah, namun risiko besar dan konsekuensinya juga besar sebab berdasarkan data yang ada yang meninggal di rumah jauh lebih banyak dibandingkan di rumah sakit.

Andani berharap pemerintah daerah harus lebih proaktif menyikapi hal ini karena tidak ada gunanya kepala daerah menangis melihat kondisi rumah sakit, tapi tidak melakukan pengendalian di hulu dengan memperketat protokol kesehatan.

"Mulailah menangani pandemi dari hulu sehingga beban rumah sakit berkurang," katanya berpesan.

Rendahnya kepatuhan pelaksanaan protokol kesehatan di Sumbar terkonfirmasi lewat survei Badan Pusat Statistik Sumatera Barat soal perilaku masyarakat saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang menemukan warga berpendidikan rendah cenderung abai dengan protokol kesehatan.

"Dari 3.789 responden yang disurvei pada 13-20 Juli 2021 terungkap masyarakat yang memiliki pendidikan tinggi lebih patuh dalam menerapkan protokol kesehatan," kata Kepala BPS Sumbar Herum Fajarwati.

Menurut dia, berdasarkan temuan masyarakat dengan pendidikan SMA ke bawah hanya 69,6 persen yang mau memakai masker satu lapis, 24,9 persen pakai masker dua lapis, cuci tangan 49 persen, menjaga jarak 44,3 persen dan menghindari kerumunan 54 persen.

Sedangkan warga dengan pendidikan perguruan tinggi 83,8 persen memakai masker satu lapis, 30,1 persen pakai masker dua lapis, mencuci tangan 63,2 persen, menjaga jarak 54,3 persen dan menghindari kerumunan 69,4 persen.

Selain itu pada survei tersebut terungkap responden yang berpendidikan tinggi menilai masyarakat di lingkungannya kerap tidak patuh dalam menerapkan protokol kesehatan.

Akan tetapi satu hal positif saat melihat orang di sekitar tidak melaksanakan protokol kesehatan sebanyak 66,2 persen atau hampir separuh menyatakan ketidaksukaan dan hanya 1,8 persen yang tidak peduli.

Kemudian saat menemukan pelanggar protokol kesehatan sebanyak 63,1 persen orang langsung menegur dan 26,3 persen membiarkan.