JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang gugatan praperadilan yang diajukan Irjen Napoleon Bonaparte atas penetapan tersangka dalam perkara dugaan suap penghapusan red notice Joko Tjandra.
Dalam persidangan dengan agenda pembacaan permohonan yang berlangsung pada Senin, 28 September, Irjen Napoleon meminta majelis hakim untuk memutuskan penetapan tersangka terhadapnya tidak sah dan batal demi hukum.
Pengacara Irjen Napoleon, Putri Maya Rumanti menyebut, penetepan tersangka oleh pihak termohon, yakni Bareskrim Polri tidak didasari bukti yang cukup. Sehingga, dinilai perlu diuji lebih jauh perihal tersebut.
"Pemohon juga meyakini bahwa sampai saat ini penyidik tidak memiliki barang bukti suap sebagaimana yang disangkakan dalam pasal-pasal pidana yang dicantumkan dalam surat perintah penyidikan," ucap Putri dalam persidangan, Senin, 28 September.
Selain itu, kata Putri, kliennya sama sekali tidak menerima suap atau janji dari siapa pun tekait penghapusan red notice. Dengan alasan tersebut, kliennya memutuskan untuk mengajukan gugatan praperadilan.
"Pemohon memang tidak pernah menerima pemberian suap atau janji dalam bentuk apapun terkait red notice atas nama Joko S Tjandra," kata dia.
BACA JUGA:
Sementara berdasarkan petitum gugatannya, Irjen Napoleon memohon kepada majelis hakim untuk memerintahkan pihak termohon agar menerbitakan surat penghentian penyidikan terhadapnya.
"Memerintahkan Termohon / Penyidik pada Laporan Polisi Nomor: LP/A/0430/VIII 2020 tanggal 05 Agustus 2020 untuk menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara atas nama Irjen Pol Napoleon Bonaprte," kata dia.
Adapun dalam kasus ini, Irjen Napoleon Bonaparte ditetapkan tersangka yang diduga sebagai penerima suap. Dia dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020 tantang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.
Dalam perkara suap tersebut, penyidik menyita uang senilai 20 ribu dolar AS, handphone termasuk CCTV sebagai barang bukti