JAKARTA - Tim kuasa hukum Irjen Napoleon Bonaparte belum menentukan langkah hukum usai majelis hakim menolak gugatan praperadilan terkait penetapan tersangka dalam kasus pencabutan red notice Joko Tjandra.
"Kami akan pelajari (terlebih dahulu) karena salinan putusan belum dapat. Fakta-fakta yang terungkap juga sebagian ada yang tidak menjadi pertimbangan," kata anggota pengacara Irjen Napoleon, Gunawan Raka kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 6 Oktober.
Kata Gunawan, beberapa materi yang tidak tersentuh selama sidang praperadilan yakni pembuktian. Namun, memang materi itu tidak tersentuh karena sudah masuk dalam pokok perkara.
"Ada banyak materi tentang pembuktian tetapi memang tidak masuk di sini seperti pembuktian barang bukti, perkara tuduhan suap, barang bukti tidak bisa disini kerena tidak masuk kewenangan majelis hakim praperadilan," papar dia.
BACA JUGA:
Sebelumnya diberitakan, Majelis hakim menolak gugatan praperadilan Irjen Napoleon Bonaparte soal penetapan tersangka dalam perkara dugaan suap penghapusan red notice Joko Tjandra.
Hakim menilai jika penetapan Irjen Napoleon Bonaparte sebagai tersangka telah sah dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
"Menolak praperadilan pemohon untuk seluruhnya. Kedua, membebankan biaya perkara senilai nihil," ucap Hakim Suharno dalam persidangan.
Adapun pada persidangan sebelumnya dengan agenda pembacaan permohonan, Irjen Napoleon meminta majelis hakim untuk memutuskan penetapan tersangka terhadapnya tidak sah dan batal demi hukum.
Pengacara Irjen Napoleon, Putri Maya Rumanti menyebut, penetepan tersangka oleh pihak termohon, yakni Bareskrim Polri tidak didasari bukti yang cukup. Sehingga, dinilai perlu diuji lebih jauh perihal tersebut.
"Pemohon juga meyakini bahwa sampai saat ini penyidik tidak memiliki barang bukti suap sebagaimana yang disangkakan dalam pasal-pasal pidana yang dicantumkan dalam surat perintah penyidikan," ucap Putri dalam persidangan, Senin, 28 September.
Selain itu, kata Putri, kliennya sama sekali tidak menerima suap atau janji dari siapa pun tekait penghapusan red notice. Dengan alasan tersebut, kliennya memutuskan untuk mengajukan gugatan praperadilan.
"Pemohon memang tidak pernah menerima pemberian suap atau janji dalam bentuk apapun terkait red notice atas nama Joko S Tjandra," kata dia.
Di sisi lain, tim kuasa hukum Bareskrim Polri menyakini jika Irjen Napoleon Bonaparte melakukan tindak pindana dugaan suapa sehingga ditetapkan sebagai tersangka. Dia memiliki kesepakatan imbalan senilai Rp7 miliar terkait penghapusan red notice Joko Tjandra saat masih menjadi buron kasus hak tagih Bank Bali.
"Fakta perbuatan pemohon adalah setelah adanya pertemuan kesepakatan tentang nilai sejumlah yang awalnya Rp3 milar yang akhirnya nilai tersebut disepakati sebesar Rp7 milar," kata anggota tim kuasa hukum Bareskrim.
Bahkan, Bareskrim menegaskan memiliki bukti Irjen Napoleon sudah menerima uang tersebut. Bukti tersebut antara lain kesaksian para saksi, serta bukti surat lainnya.
"Bukti CCTV jelas-jelas melihat uang tersebut diserahkan kepada pemohon. Penyerahan uang tersebut berimplikasi pada pengambilan keputusan yang lebih menguntungkan pemberi suap," kata dia.
Dalam kasus dugaan suap pengahapusan red notice, Irjen Napoleon Bonaparte ditetapkan tersangka yang diduga sebagai penerima suap. Dia dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020 tantang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.
Dalam perkara suap tersebut, penyidik menyita uang senilai 20 ribu dolar AS, handphone termasuk CCTV sebagai barang bukti.