Bagikan:

JAKARTA - Irjen Napoleon Bonaparte menegaskan tidak berniat menjatuhkan nama baik institusi Polri dalam praperadilan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permohonan praperadilan itu tertuju kepada proses penepatan tersangka yang dianggap tidak sesuai.

Melalui pengacaranya, Gunawan Raka, Irjen Napoleon menyebut gugatan praperadilan hanya sebatas persoalan norma hukum yang keliru. Karena itu harus diuji di pengadilan.

"Ini persoalannya bukan Pak Napoleon menggugat institusinya ini adalah persoalan norma hukum," ujar Gunawan kepada wartawan, Senin, 28 September.

Penetapan tersangka terhadap kliennya, kata Gunawan, dinilai tidak jelas karena tidak berdasarkan dua alat bukti. Bahkan, dalam perkara ini Irjen Napoleon tidak mengetahui mengenai alat bukti yang digunakan untuk menetapkannya sebagai tersangka.

"Sementara, dalam proses ini dari rangkaian cerita si pemohon ini tidak tahu alat bukti apa yang dipergunakan untuk mempersalahkan dirinya," kata dia.

Sehingga, dengan mengajukan gugatan praperadilan ini penetapan tersangka terhadap Irjen Napoleon bisa teruji. Terlebih mengetahui apa saja yang dijadikan barang bukti untuk menetapkannya sebagai tersangka.

"Malah melalui hakim praper ini kami ajukan permohonan untuk memeriksa dokumen yang dijadikan dasar untuk menetapkan tersangka," kata dia.

Sebelumnya, Irjen Napoleon Bonaparte sempat menyatakan kesetiaannya kepada institusi Polri. Hal itu diungkapkan usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, pada Jumat, 28 Agustus.

"Saya tetap setia terhadap Polri dan pimpinannya," kata dia.

Janji setia itu ditujukan Irjen Napoleon kepada seluruh pihak yang masih meragukan integritasnya sebagai anggota Polri. Irjen Napoleon menegaskan bakal patuh terhadap hukum dan mengikuti semua poses pada perkara yang menjeratnya.

"Saya hari ini akan menyampaikan pesan kepada siapa pun yang masih meragukan integritas saya bahwa saya berjanji dan memastika bahwa sebagai perwira tinggi Polri saya bertanggungjawab untuk mengikuti proses penyelidikan ini dengan bersifat kooperatif," paparnya.

Dalam kasus ini, Irjen Napoleon Bonaparte ditetapkan tersangka yang diduga sebagai penerima suap. Dia dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020 tantang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.

Dalam perkara suap tersebut, penyidik menyita uang senilai 20 ribu dolar AS, handphone termasuk CCTV sebagai barang bukti.