JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, tidak ambil pusing kritikan sejumlah aktivis anti korupsi karena menjadi tim pengacara putra mantan Presiden Soeharto, Bambang Trihatmodjo yang menggugat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
"Dia tidak tanya saya dulu, seperti anda tanya saya dulu (kepada saya). Dia langsung statmen pers yasudah, itu catatan saja buat dia, silahkan," kata Busyro kepada VOI, Jakarta, Sabtu, 26 September.
Busyro mengatakan, mau menjadi tim pengacara karena kasus ini tidak ada unsur tindak pidana korupsi. Akhirnya dia pun memutuskan untuk menjadi tim pengacara.
"Kasus ini bukan kategori dugaan korupsi atau korupsi sama sekali tidak ada," ujar Busyro.
Menurut dia, sebagai seorang advokat sejak 1981 dirinya terikat prinsip. Yakni prinsip justice for all, equality before the law dan presumption of innocent. Untuk itu, tak adil jika gugatan Bambang ke Sri Mulyani dikaitkan dengan statusnya sebagai putra Presiden ke-2 RI Soeharto atau bagian dari Keluarga Cendana dan rezim Orde Baru.
"Dalam dunia advocat itu etika profesi itu kan justice for all, semua pihak terikat. Bahkan sekarang kalau dikait-kaitkan dengan Keluarga Cendana tidak adil," kata Busyro saat dikonfirmasi awak media, Sabtu (26/9/2020).
BACA JUGA:
Adapun salah satu pihak yang mengkritik keputusan Busyro menjadi pengacara Bambang Triatmodjo adalah Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada ( Pukat UGM) Zainur Rohman.
Menurut Zainur keputusan Busyro telah mencoreng citranya sendiri yang dikenal sebagai aktivis antikorupsi dan bahkan mantan Pimpinan KPK. Hal ini mengingat Bambang merupakan bagian Keluarga Cendana dan Orde Baru yang masih memiliki beban masa lalu seperti dugaan kasus korupsi yang hingga kini belum tuntas.
Busyro mengatakan, Orde Baru tak hanya menyangkut Soeharto dan Keluarga Cendana, tetapi sistem pemerintahan yang juga menyangkut ABRI, Polri hingga Partai Golkar sebagai pendukung utama serta kalangan konglomerat.
Namun, kata Busyro, Orde Baru saat ini telah selesai. Untuk itu, tidak adil jika keluarga Soeharto terus dikaitkan dengan Keluarga Cendana dan Orde Baru.
"Alangkah tidak adilnya kalau keluarga dari pak Harto itu ada yang punya persoalan ini kemudian disikapi dengan tidak adil. Supaya adil ya ke pengadilan saja. Dalam etikan agama juga ada itu, janganlah kebencianmu kepada satu kaum berakibat kamu benci kepada kaum itu. Orde Baru kan sudah bukan kaum, sudah almarhum," kata dia.
Adapun Bambang menggugat Keputusan Menkeu soal perpanjangan pencegahan bepergian ke luar negeri dalam rangka pengurusan piutang negara.
Dikutip dari laman Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, pendaftaran gugatan diajukan Bambang Trihatmodjo pada 15 September. Gugatan ini terigistrasi dengan nomor perkara 179/G/2020/PTUN.JKT.
Dalam gugatannya, Bambang Trihatmodjo meminta PTUN menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian ke Luar Wilayah Republik Indonesia terhadap Bambang Trihatmodjo (Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX Tahun 1997) dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara.
Selain itu, Bambang Trihatmodjo dalam gugatannya meminta PTUN mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan Menkeu Nomor 108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 tersebut.