Sederet Fakta di Kasus Robot Trading Fahrenheit
Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menangkap satu tersangka baru dalam kasus dugaan investasi bodong bermodus robot trading Fahrenheit./Foto: VOI

Bagikan:

JAKARTA - Kasus investasi bodong bermodus robot trading Fahrenheit hampir sepenuhnya terungkap. Para pelaku sudah tertangkap satu per satu.

Sederet fakta di balik kasus itupun mulai ditemukan. Mulai dari terduga otak kejahatan hingga slogan yang ditawarkan kepada member.

Empat Tersangka

Dalam kasus ini, polisi sudah meringkus empat tersangka. Mereka berinisial D, ILJ, DBC, dan MF yang ditangkap dan memiliki peran yang berbeda.

"Jadi 3 kita amankan di Taman Anggrek, 1 di Tangerang di Alam Sutera," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Auliansyah Lubis kepada wartawan, Selasa, 22 Maret.

Untuk tersangka D, berperan sebagai admin website dan menerima uang atau deposit dari member. Tersangka ILJ sebagai admin media sosial dan mempromosikan robot trading tersebut.

Selanjutnya, tersangka DBC dan MF yang berperan mengelola website Fahrenheit.

"Peran-peran para mereka ada yang sebagai Direktur kemudian pengelola rekening, ada yang sebagai admin web kemudian satu lagi dia membuat konten kreatornya," kata Auliansyah

Dari hasil pemeriksaan sementara, para pelaku sudah menjalankan aksinya selama 3 tahun. Namun, belum bisa dirinci perihal nominal kerugian para korban.

Teduga Otak Kejahatan

Meski telah menangkap empat tersangka, penyidik menduga ada dalang di balik kasus robot trading ini.

Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, muncul satu nama yaitu Hendry Susanto yang diduga otak kejahatan.

Hendry Susanto merupakan Direktur PT FSP Academy Pro atau perusahaan yang menaungi robot trading Fahrenhei. Saat ini keberadaannya pun masih diburu.

"Direktur PT FSP Akademi Pro. Kemudian kami tadi sudah memeriksa daripada data PT tersebut memang direkturnya HS," Auliansyah.

Munculnya dugaan itu karena dari beberapa alat bukti salah satunya paspor dengan nama Hendry Susanto. Terlebih, dari keterangan para tersangka yang telah diamankan mengakui jika pria itu merupakan Direktur PT FSP Akademi Pro.

Hanya saja, sampai saat ini belum bisa dipastikan keberadaannya. Penyidik masih mencari petunjuk dan informasi perihal tersebut.

"Masih kita profilling," kata Auliansyah.

Selogan D4

Dalam rangkain pemeriksaan pun terungkap fakta menarik. Salah satunya selogan D4 yang dikenalkan oleh para pelaku kepada membernya.

"Para pelaku menjelaskan kepada member bahwa robot trading Farhenheit memiliki slogan yaitu D4," kata Auliansyah.

Arti D4 dalam selogan itu adalah duduk, diam, dapat duit. Selogan ini digunakan agar masyarakat tergiur dan percaya untuk berinvestasi di robot trading Farenheit.

"Nah, dengan ini yang mereka sampaikan kepada masyarakat sehingga masyarakat mungkin merasa yakin sehingga menempatkan uangnya robot trading Farhenheit ini," ungkapnya.

Selain menggunakan selogan itu, para tersangka juga mengiming-imingi kemudahan kepada membernya.

Mereka mengklaim robot trading Fahrenheit dapat memantau naik turunnya saham yang diinvestasikan. Sehinggga, masyarakat tak akan rugi.

"Masalah cara kerja robot trading ini, mereka menyampaikan kepada masyarakat bahwa robot trading ini adalah satu alat yang bisa memantau apabila masyarakat meletakan uangnya di Fahrenheit," kata Auliansyah.

"Mereka menyampaikan bahwa robot tersebut akan terhindar dari kerugian atau hilangnya uang yang masyarakat investasikan di Farhenheit," jelasnya.

Jika masyarakat sudah terperdaya, para tersangka pun mewajibkan calon korban membeli robot trading seharga 10 persen dari dana yang diinvestasikan. Dengan modus ini, mereka akan mendapat keuntungan.

"Dan mewajibkan para member membeli robot seharga 10 persen dari dana yang diinvestasikan," kata Auliansyah.

Dalam kasus ini, para tersangka dipersangkakan dengan Pasal 28 ayat 1, Pasal 45 ayat 1, Pasal 27 Ayat 2, Pasal 45 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Transaksi dan Informasi Elektronik.

Serta Pasal 105 dan 106 Undang-Undang Perdagangan dan atau Pasal 3, 4, dan 5 tentang TPPU. Serta Pasal 55 dan 56 KUHP.