JAKARTA - Kantor Staf Presiden (KSP) menilai proses pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen perlu diterapkan kembali seiring menurunnya level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI Abraham Wirotomo mengatakan, PTM diperlukan untuk mempersiapkan siswa menghadapi ujian sekolah agar pelaksanaannya bisa berjalan lancar dan jujur.
"Tidak semua guru terfasilitasi gadget dan internet dengan baik. Belum lagi soal teknologinya. Ini yang dikhawatirkan bisa membuat pelaksanaan ujian online tidak maksimal," kata Abraham, dalam siaran pers di Jakarta, dilansir Antara, Rabu, 16 Maret.
Dia menyampaikan PTM dapat diterapkan dengan tetap mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri terkait.
Menurut Abraham, untuk menepis kekhawatiran munculnya lonjakan kasus COVID-19 pada pelaksanaan PTM, pemerintah daerah harus meningkatkan tes COVID-19 dengan pendekatan penemuan kasus aktif atau active case finding (ACF).
Hal ini, kata dia, sebagai salah satu cara untuk menentukan apakah sekolah dalam kondisi aman atau tidak. Sejauh ini, ujar dia, testing ACF di sekolah menurun.
"Ini menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi pemerintah," ujarnya.
BACA JUGA:
Abraham menjelaskan cara kerja testing penemuan kasus aktif di sekolah dengan melakukan testing 10 persen dari populasi.
Jika positivity rate di bawah 1 persen, jelas dia, maka tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Namun, jika positivity rate 1-5 persen, maka satu kelas harus diisolasi.
"Nah, jika perbandingan antara jumlah kasus positif COVID-19 dengan jumlah tes yang dilakukan di atas 5 persen, isolasi selama dua minggu," kata dia.
Abraham menekankan pentingnya percepatan vaksin di sekolah agar siswa semakin terlindungi dari COVID-19 dan proses belajar mengajar bisa digelar secara tatap muka.
Meski demikian, Abraham menyampaikan pemerintah harus tetap memegang prinsip kehati-hatian dalam menentukan segala kebijakan terkait penanganan COVID-19, terutama soal relaksasi.
"Angka kasus dan kematian di negara-negara Eropa yang terlebih dahulu melakukan relaksasi mulai meningkat. Beberapa kota di Tiongkok juga kembali lockdown. Fakta-fakta ini membuat pemerintah tetap hati-hati dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan," jelasnya.