BINTAN - Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Suparman Manjan mengatakan pandemi COVID-19 berdampak pada pengembangan bisnis pondok pesantren.
"Khususnya terkait pembiayaan, pengaruhnya sangat besar. Banyak orang tua yang tertarik menyekolahkan putra-putrinya di pesantren, tetapi terbentur dana," kata Suparman, di Tanjungpinang, Selasa 15 Maret.
Menurut dia, hampir semua pondok pesantren di Indonesia mengalami nasib yang sama. Saat penerimaan santri dan santriwati baru, tidak semua orang tua mampu membayar biaya pendidikan yang ditetapkan pondok pesantren.
Padahal biaya masuk pondok pesantren, khususnya di Kepri, jauh lebih murah dibanding provinsi lainnya. Bahkan biaya bulanan yang ditetapkan di pesantren juga murah, seperti di pesantren di Bintan, rata-rata tidak mencapai Rp1,5 juta per bulan.
Biaya bulanan itu bukan hanya untuk pendidikan, melainkan juga makan tiga kali, tempat tidur, listrik dan air.
"Persoalan lainnya, ada sejumlah santri dan santriwati yang tidak mampu membayar uang sekolah. Kami membantu santri dan santriwati dari keluarga yang tidak mampu. Yang penting, mereka berprestasi," ucapnya dikutip Antara.
Di masa pandemi, menurut dia, pengelola pondok pesantren berupaya bertahan. Peningkatan kualitas pendidikan menjadi target utama, dengan menyiapkan tenaga pendidikan yang berkualitas dan fasilitas pendidikan yang memadai.
BACA JUGA:
Namun di sisi lainnya, ikon pada pondok pesantren diharapkan mampu menjadi magnet agar warga menyekolahkan putri-putrinya di pondok pesantren. Karena itu, setiap pondok pesantren yang mampu bertahan di masa pandemi pasti memiliki keunggulan.
"Orientasi tetap pada mutu pendidikan sehingga pondok pesantren tetap diminati," ucap pemilik Pondok Pesantren Al Idris Bintan itu.
Pondok Pesantren Al Idris telah enam tahun lebih beroperasi. Jumlah santri dan santriwatinya mencapai sekitar 500 orang. Tahun ini, sebanyak 132 orang calon santri dan santriwati mendaftar di MTS dan MA Al Idris.
Biaya pendidikan di Pondok Pesantren Al Idris awalnya hanya Rp1,1 juta per bulan. Setelah lebih enam tahun beroperasi, biaya pendidikan bulanan menjadi Rp1,25 juta, naik perlahan-lahan.
"Kami tidak berani menaikkan biaya pendidikan setiap tahun. Kalau pun dinaikkan, hanya Rp50.000," tuturnya.