JAKARTA - Softbank, calon investor pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara mundur dari proyek tersebut. PKS langsung menggalang suara supaya segera memanggil Kepala Otorita IKN Bambang Susantono untuk meminta penjelasan.
"Fraksi PKS mengusulkan agar DPR RI memanggil Kepala Otorita IKN untuk memberikan penjelasan tentang hal ini, terutama tentang bagaimana rencana Otorita IKN kemudian mencari investor-investor baru untuk IKN," ucap Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama dikutip dari laman resmi parlemen, Senin 14 Maret.
Anggota Fraksi PKS DPR ini mendesak pemerintah jangan memperbesar penggunaan APBN demi mengejar pembangunan proyek Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
"Kami dari Fraksi PKS mengingatkan agar pemerintah jangan sampai kemudian memperbesar pemakaian dana APBN demi keinginan mengejar target pembangunan IKN tepat waktu," sambung Suryadi.
Dia juga meminta pemerintah segera mengkaji serius dampak penarikan investasi tersebut, khususnya persentase sumber-sumber pendanaan IKN. Hal ini karena mencari investor baru bukanlah hal yang mudah.
Terlebih lagi dengan adanya perang Rusia-Ukraina, terjadi situasi global berupa risiko inflasi yang tinggi. Besi, baja dan material konstruksi lainnya terutama yang impor akan mengalami kenaikan imbas dari terganggunya rantai pasok global.
“Dampaknya, biaya pembangunan IKN akan naik signifikan,” sambungnya lagi.
BACA JUGA:
Dia juga mempertanyakan kenapa mundurnya perusahaan tersebut tatkala pemerintah telah melantik Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN, yaitu Bambang Susantono (dari Asian Development Bank/ADB) dan Dhony Rahajoe (dari Sinarmas Land), pada 10 Maret 2022 lalu. Padahal, UU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang IKN Pasal 12 memberikan kewenangan khusus kepada Otorita IKN berupa pemberian perizinan investasi, kemudahan berusaha, serta pemberian fasilitas khusus kepada pihak yang mendukung pembiayaan IKN.
Selain itu, dalam Rencana Induk IKN disebutkan bahwa relokasi penduduk ke IKN akan dimulai pada tahun 2023 (TNI, Polri, dan BIN) dan awal tahun 2024 (representasi badan eksekutif, legislatif, yudikatif, serta ASN). Dengan tenggat waktu hanya 1-2 tahun ke depan, mundurnya Softbank dinilai akan menjadi preseden buruk bagi calon-calon investor IKN, meskipun Softbank beralasan ini adalah strategi internalnya untuk ingin lebih fokus kepada pendanaan startup digital daripada kepada proyek pemerintahan.
“Belum adanya kejelasan dari Pemerintah tentang skema peluang investasi asing terutama dengan skema public private partnership, juga risiko politik dan kegaduhan belakangan tentang perpanjangan masa jabatan presiden dan pengunduran jadwal Pemilu 2024 akan membuat investor memilih wait and see,” tutup Suryadi.