Ridwan Kamil Selalu Koordinasi dengan Tito Sebelum Bikin Kebijakan soal COVID-19
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Foto: Twitter @ridwankamil)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, melakukan koordinasi terlebih dulu dengan pemerintah pusat, terutama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dalam pengambilan kebijakan terkait penanganan COVID-19.

Koordinasi ini dia lakukan agar satu frekuensi dengan pemerintah pusat dan mencegah terjadinya gejolak di masyarakat.

"Saya selalu berusaha koordinatif dengan pemerintah pusat, selalu satu frekuensi, saya selalu koordinasi dulu dengan Pak Tito baru bikin pengumuman. Bukan bikin pengumuman dulu baru koordinasi karena itu akan menimbulkan gejolak dan bukan hal baik di masyarakat seolah-seolah kita ini kurang kompak," kata Ridwan dalam sebuah acara diskusi yang dilaksanakan secara daring, Minggu, 20 September.

Dia menilai, hal ini sebenarnya terjadi karena sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia dan hal inilah yang mempengaruhi kecepatan dan ketepatan koordinasi mengendalikan COVID-19. 

"Itulah dinamikanya pilihan demokrasi sebagai sistem politik kita mempengaruhi kecepatan ketepatan koordinasi dalam mengendalikan COVID. Sekarang kita tidak usah komplain dengan apapun dengan takdir kita," ungkapnya.

"Kita cari hal terbaik dari yang ada, kita cari persamaan-persamaan dari perbedaan jangan besar-besarkan perbedaan dari persamaan yang ada," imbuh dia.

Lebih lanjut, Ridwan mengatakan, para kepala daerah sedang mendapatkan ujian di masa pandemi COVID-19 ini. Akibat pandemi ini, banyak pemimpin daerah yang dirundung oleh masyarakat karena kebijakannya kurang tepat, bahkan ada yang hanya disebut diam saja tanpa mengambil tindakan.

Namun, dia yakin pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu bersikap meskipun ada konsekuensi di belakangnya. Karena, saat seorang pemimpin salah mengambil kebijakan tentunya akan ada jalan keluar untuk memperbaikinya.

"Bagi saya lebih baik berani mengambil keputusan ternyata keliru tinggal diperbaiki daripada diam pasif tidak bisa mengambil keputusan," tegasnya.

Dia kemudian bercerita, berdasarkan pengalamannya, ada banyak pihak yang mengajukan protes kepada dirinya karena sekolah tak kunjung dibuka di tengah pandemi COVID-19. "Sementara di sisi kanan, orang marah kalau saya buka nanti ada klaster pendidikan dan sebagainya. Itu adalah satu drama dari banyak drama COVID yang menyertai pemimpin di hari ini," ujarnya.

"Sehingga kita harus kuat spiritualitas. Karena fisik ini gimana pikir, gimana mental," pungkasnya.