JAKARTA - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta pemerintah pusat mengabulkan pembatasan arus transportasi di Jabodetabek untuk mencegah penularan COVID-19.
Sebab, sebentar lagi musim mudik akan tiba di bulan Ramadan. Kemungkinan, akan banyak masyarakat Jabodetabek yang pulang ke kampung halaman masing-masing.
Hal ini disampaikan Ridwan Kamil kepada Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin dalam rapat koordinasi lewat video conference di kantor masing-masing. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga meminta hal yang sama kepada Ma'ruf.
"Kalau mudik tidak ditahan, kami (Pemprov) Jabar, Jateng, dan Yogyakarta akan kewalahan luar biasa karena mereka pulangnya ke pelosok-pelosok. Dengan adanya mudik, kami khawatir daerah ini akan menjadi sumber pandemik COVID-19," kata Ridwan, Jumat, 3 April.
Sampai saat ini, Jawa Barat belum mendapat status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dari kementerian Kesehatan. Jadi, Ridwan mengaku belum punya wewenang untuk membatasi arus transportasi dan melarang warga untuk mudik.
Oleh karenanya, Ridwan meminta Ma'ruf memberikan atensi lebih kepada tiga provinsi Jabodetabek, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Caranya, dengan memberikan kebijakan khusus soal pengaturan arus transportasi yang terkendali dalam satu frekuensi.
"Saya tidak bisa berinisatif terlalu jauh. Saya paham, mungkin Pak Anies (Gubernur DKI) dan Pak Wahidin (Gubernur Banten) sibuk. Jadi, mungkin bapak (Wapres) bisa tugaskan level menteri untuk melakukan atensi ini dalam skala rutin," ucap Ridwan.
Menanggapi hal ini, Ma'ruf mengaku bahwa pemerintah pusat belum melarang warganya untuk mudik, namun sudah memberikan imbauan untuk tidak melakukan hal tersebut.
"Jadi, konsekuensi (arus mudik) ini pasti akan ada pada daerah-daerah penerima. Mungkin juga bukan hanya mudik dari Jakarta. Sekarang ini juga mulai ada TKI yang mudik dari Malaysia. Ini barangkali harus dipersiapkan dengan baik," ujar Ma'ruf.
Oleh karena itu, Ma'ruf menganggap harus ada koordinasi dan kerja sama soal upaya pembatasan transportasi dari ketiga pemerintah daerah wilayah Jabodetabek tersebut.
"Saya akan coba kita tindak lanjuti supaya ada kerja sama. Ini ternyata upaya-upaya melakukan koordinasi ini juga hal yang harus diprioritaskan. Kita akan coba fasilitasi," sebut dia.
BACA JUGA:
Kemarin, Gubernur DKI Anies Baswedan mengadu kepada Wapres Ma'ruf bahwa Pemprov DKI belum bisa melarang warga untuk tidak berkerumun serta menerapkan sanksi bagi yang melanggar.
Selain itu, Anies tak bisa menutup arus transportasi dari dan menuju Jakarta untuk mencegah penularan virus COVID-19 kian menyebar. Sebab, menurut rekomendasi dari Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) pembatasan arus transportasi baru bisa dilakukan setelah mendapat status PSBB.
"Potensi penyebarannya (dalam arus transportasi) itu sangat tinggi. Jadi, ini perlu jadi perhatian dari pada pemerintah pusat," ucap Anies.
Tapi, ketika status PSBB DKI diberikan, Anies meminta kepada pemerintah pusat melakukan terobosan untuk mengatur kebijakan khusus di kawasan Jabodetabek. Sebab, kawasan ini tak hanya dipegang satu gubernur, melainkan tiga provinsi sekaligus, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
"Di dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 itu, gubernur hanya bisa mengatur pergerakan di dalam satu provinsi. Sementara, episenter nya itu 3 provinsi, Pak (Wapres). Karena itu, kami mengusulkan agar ada kebijakan tersendiri untuk kawasan Jabodetabek," imbuhnya.