JAKARTA - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berkoordinasi dengan bupati dan wali kota Bekasi untuk membatasi pergerakan warganya datang dan pergi ke Jakarta. Langkah ini diambil untuk melakukan pencegahan pandemi virus corona atau COVID-19.
Pengamat tata kota Nirwono Yoga meragukan kebijakan ini. Dia tak yakin kebijakan ini efektif mencegah warga Bekasi datang ke Jakarta. Sebab, masih ada kantor yang tidak menggunakan sistem kerja dari rumah dan membuat sejumlah warga Bekasi tetap lalu lalang ke Jakarta.
"Kebijakan ini tidak akan efektif tanpa didukung kebijakan lainnya. Misal, bagi pekerja yang dapat melakukan pekerjaan dari rumah tentu harus didukung dari kantor untuk mengizinkan bekerja dari rumah," kata Nirwono kepada VOI lewat pesan singkat, Kamis, 19 Maret.
Bukan hanya itu saja, bagi pekerja fisik seperti satpam, cleaning service, petugas medis dan buruh pabrik, kebijakan kerja dari rumah tak bisa dilakukan, apalagi tanpa kepastian gaji dan intensif.
Menurutnya, daripada melakukan pembatasan terhadap warganya yang mau berpergian ke Jakarta, sebaiknya Pemda Jawa Barat mulai melakukan screening ketat terhadap warganya yang berpergian tersebut.
"Yang dapat dilakukan adalah screening ketat keluar masuk Jawa Barat ke Jakarta seperti di terminal, stasiun kereta dan halte bus," tegas dia.
BACA JUGA:
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai, pembatasan berpergian dari satu wilayah ke wilayah lain tak akan efektif dalam mencegah COVID-19. Publik, kata Trubus, harus disadarkan terlebih dahulu soal pentingnya social distancing dalam menghadapi virus tersebut.
"Hanya kebijakan peran serta masyarakat atau partisipasi publik secara luas akan memperlambat penyebaran COVID-19," tegasnya.
Trubus menganggap, kebijakan warga Bekasi diimbau tak datang ke Jakarta akan sulit dilakukan. Sebab, berdasarkan perkiraannya, hampir 60 persen lebih warga Bekasi bekerja di Jakarta.
Trubus menyarankan, imbauan tersebut sebaiknya diganti dengan pengecekan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten Bekasi terhadap warganya setelah berpergian ke Jakarta.
"Kebijakan yang diperlukan adalah pengetesan COVID-19 bagi masyarakat secara masif dan memperketat pengawasan di bandara, stasiun, terminal ataupun pelabuhan," ungkapnya.
Dari sektor ekonomi, Peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai, ketika kebijakan ini dilakukan, akan terjadi penurunan produktivitas perusahaan. Apalagi, ketika pembatasan ini dilakukan juga oleh kota penyangga Jakarta lainnya, seperti Bogor, Depok, Tangerang Selatan dan Tangerang.
"Di Jabodetabek jumlah karyawan tercatat mencapai 7.359.192 orang dan jumlah perusahaan sebanyak 1.214.420 unit perusahaan. Bisa dibayangkan hambatan pekerja yang komuter tiap hari dari Bekasi ke Jakarta kalau sampai turun tajam, produktivitas nasionalnya akan anjlok," ujar Bhima.