Bawaslu Dorong Revisi Aturan KPU Agar Calon Kepala Daerah Pelanggar Protokol COVID-19 Disanksi Tegas
DOK. Bawaslu

Bagikan:

JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyayangkan tak adanya aturan sanksi tegas bagi pelanggar protokol kesehatan di pilkada serentak 2020. Bawaslu menyarankan perbaikan pada Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020 yang mengatur tentang pelaksanaan pilkada dalam kondisi bencana nonalam COVID-19.

"Problematika kita, di PKPU Nomor 6 Tahun 2020 ini tidak mengatur jenis sanksi administrasinya. Ini mungkin perlu dilakukan perbaikan agar ada sanksi tegas terhadap pelanggaran protokol kesehatan," kata Ratna Dewi Pettalolo dalam diskusi webinar, Selasa, 15 September.

Padahal menurut Dewi ada opsi sejumlah sanksi tegas yang bisa dikenakan bagi pelanggar protokol kesehatan. Di antaranya adalah pembatalan sebagai calon kepala daerah seperti yang diterapkan jika ada pelanggaran politik uang.

"Kemudian ada sanksi peringatan lisan, kemudian peringatan tertulis penghentian kegiatan kampanye, sanksi denda, penonaktifan sementara penyelenggara, hingga diskualifikasi pasangan calon," ujar Ratna.

Akibat kekosongan aturan sanksi ini, Bawaslu tidak bisa memberikan sanksi tegas saat menemukan pelanggaran protokol kesehatan pada masa pendaftaran bakal pasangan calon.

"Kalau tidak ada jenis sanksi administrasi ini, bertentangan dengan asas legalitas, dengan pengenaan sanksi. Karena kita tidak bisa menghukum seseorang tanpa ada petaturan yang mengatur sebelumnya," ungkap Ratna.

Sejauh ini, kata Ratna, penindakan yang bisa dilakukan Bawaslu yakni memberi teguran secara langsung atau tertulis bagi bakal pasangan calon yang melanggar protokol kesehatan. Pihaknyajuga meneruskan 243 pelanggaran protokol kesehatan yang terdata kepada pihak kepolisian. 

Menurut Ratna, hanya aparat penegak hukum yang bisa menjatuhkan sanksi lebih berat yakni pidana. Ancaman pidana tersebut masuk dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular dan UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.

"Ini menjadi petunjuk bagi kita bahwa terkait dengan pencegahan dan pengendalian secara umum COVID-19, aparat diberikan kewenangan melakukan penegakan hukumnya karena diatur secara tegas di dalam UU-nya," imbuh Ratna.