Optimis Krisis Rusia - Ukraina Bisa Segera Berakhir, Tapi Ada Syaratnya
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, posisinya saat ini terdesak dan kewalahan menghadapi tekanan Presiden Rusia, Vladimir Putin. (Foto: Irina Yakovleva/Tass)

Bagikan:

JAKARTA - Pengamat Komunikasi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sahid Jakarta, DR. Algooth Putranto optimistis krisis Rusia - Ukraina segera selesai seiring adanya upaya pembicaraan dari kedua belah pihak asalkan Amerika dan negara-negara NATO tidak ikutan campur tangan.

“Kalau melihat tensi krisis kedua negara, meski terjadi konflik bersenjata, tensinya cenderung datar. Amerika dan negara-negara NATO sikapnya tidak solid. Peluang konflik selesai lebih cepat justru terbuka dengan adanya pembicaraan di Belarusia,” tuturnya dalam keterangan tertulis yang diterima VOI Minggu, 27/2.

Seperti diketahui, hari ini Minggu, 27 Februari delegasi Rusia sampai di kota Gomel, Belarusia. Kehadiran delegasi Rusia tersebut sekaligus jawaban bagi Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang membuka kemungkinan untuk berunding di tempat netral.

Ilustrasi militer Ukraina. (Wikimedia Commons/OSCE Special Monitoring Mission to Ukraine)
Ilustrasi militer Ukraina. (Wikimedia Commons/OSCE Special Monitoring Mission to Ukraine)

“Kita wajib mengapresiasi gerak cepat Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko menjadi mediator krisis Rusia - Ukraina. Dia lebih cepat daripada menunggu keputusan Presiden Turki (Recep Tayyip Erdogan) dan Azerbaijan (Ilham Aliyev),” lanjutnya.

Yang menjadi pertanyaan, lanjutnya, pertama, kerelaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk berunding. Kedua, Amerika dan negara-negara NATO menahan diri untuk tidak turut campur dalam perundingan Rusia - Ukraina tersebut.

Sekadar catatan, sebelum krisis Rusia - Ukraina, Amerika Serikat dan negara-negara NATO sibuk memprovokasi Rusia sampai diingatkan China di PBB. “Negara-negara Barat mengancam ini itu, pada kenyataannya mereka ya impor banyak bahan baku nuklir dan senjata dari Rusia.”

DR. Algooth Putranto optimis krisis Ukraina dan Rusia segera berakhir. (Foto Ist)
DR. Algooth Putranto optimis krisis Ukraina dan Rusia segera berakhir. (Foto Ist)

Tahun lalu, harian bisnis Rusia RBK merilis laporan tentang ekspor rahasia Rusia ke Amerika meningkat 83 persen dari US$706 juta menjadi US$841 juta. Sebagian besar barang yang diekspor terdiri dari unsur-unsur kimia radioaktif dan isotop radioaktif, termasuk uranium yang diperkaya untuk PLTN. Selain itu, Rusia juga memasok senjata api sipil dan amunisi untuk Amerika.

Tidak saja ke Amerika, Jerman dan Ceko juga mengimpor komoditas serupa. Jerman mengimpor produk kimia anorganik dan unsur-unsur radioakti dan isotop yang nilainya mencapai US$ 302 juta atau naik 57,2 persen dari US$173 juta. Sementara Ceko memborong pesawat dan suku cadangnya, juga beragam senjata dan amunisi. Nilainya mencapai US$706 juta atau naik 700 persen dari sebelumnya hanya US$102 juta.

“Ini belum soal impor energi dari Rusia ke negara-negara Eropa, jumlahnya tetap besar karena proyek Amerika dan NATO untuk meruntuhkan Suriah gagal total. Jadi, ada ketergantungan besar pada negara-negara yang ribut terhadap Rusia. Amerika itu ibarat mantan pejabat yang post power syndrome,” kata Algooth Putranto.