Terkontraksi 8,22 Persen di Kuartal II, Kondisi DKI Jakarta Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Ilustrasi. (Achmad Basarrudin/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perkonomian) Airlangga Hartarto mengatakan, pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta pada kuartal II 2020 mengalami tekanan hingga minus 8,22 persen.

Kontraksi DKI Jakarta terendah kedua setelah Bali yang mengalami kontraksi hingga minus 10 persen. Menurut Airlangga, kontraksi yang cukup tinggi ini disebabkan karena Jakarta masuk dalam 10 provinsi penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar.

Selain itu, Jakarta memiliki realisasi tinggi dan sangat berdampak pada kegiatan perekonomian. "DKI juga efeknya ke nasional besar, sebagian besar kegiatan perekonomian punya kantor pusat di DKI Jakarta," katanya, dalam acara 'Sarasehan Virtual 100 Ekonom', Selasa, 15 September.

Selain DKI Jakarta, beberapa provinsi lainnya juga mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi. Seperti di Jawa Timur yang pertumbuhannya minus 5,9 persen, Jawa Barat minus 5,8 persen, Jawa Tengah minus 5,94 persen, Kalimantan Timur minus 5,46 persen dan Banten minus 7,4 persen.

Sementara itu, kata Airlangga, ada beberapa provinsi yang kontraksi pertumbuhan ekonomi tidak terlalu dalam yakni Sumatera Utara minus 2,37 persen, Riau minus 3,22 persen, Sulawesi Selatan minus 3,87 persen dan Sumatera Selatan minus 1,37 persen.

"Beberapa daerah ini ditopang sektor pertanian atau perkebunan. Jadi kita lihat pertanian dan perkebunan ini yang tidak terpengaruh oleh pandemi," ucapnya.

Selain itu, Airlangga berujar, terdapat sektor pertambangan dan penggalian bisa menjadi pembangkit perekonomian nasional. Khususnya pada penggalian nikel di Sulawesi dan industri pengolahan, kontruksi dan perdagangan. Lima sektor ini masih bisa jadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Lima sektor yang bisa mengungkit perekonomian nasional," tuturnya.