JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan, pihaknya mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) 2021 sebesar Rp37,18 triliun kepada perusahaan-perusahaan pelat yang telah ditentukan sebelumnya. Salah satunya untuk penyelamatan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Sebanyak Rp20 triliun dari PMN diberikan untuk PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau (BPUI). Erick bilang, sebagian suntikan modal PBUI akan digunakan untuk pembayaran klaim polis nasabah Jiwasraya yang dimulai lagi pada akhir tahun.
"Nah yang lainnya memang sebagian untuk Jiwasraya yang di mana diharapkan memang mulai ada pembayaran lagi di akhir tahun ini," ujarnya, usai rapat dengan Komisi VI di mana salah satunya mengenai penyertaan modal negara (PMN), Senin malam, 14 September.
Sekadar informasi, BPUI telah menjadi induk holding perusahaan asuransi dan penjaminan. Selain membawahi PT Jiwasraya, BPUI juga membawahi PT Askrindo dan PT Jamkrindo.
Persoalan Jiwasraya hingga saat ini belum juga usai. Para nasabahnya juga belum menemui kejelasan kapan akan memperoleh pencairan polis asuransinya.
Hingga 31 Mei 2020 lalu nilai kewajiban klaim Jiwasraya telah mencapai Rp18 triliun. Jumlah ini terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya nilai polis yang jatuh tempo.
BACA JUGA:
Utang klaim mencapai Rp18 triliun ini terdiri dari dua produk yakni produk tradisional dan saving plan. Hingga periode tersebut, nilai klaim produk saving plan mencapai Rp16,5 triliun. Nilai tunggakan ini terdiri dari 17.452 peserta asuransi.
Kemudian untuk produk tradisional nilai klaim mencapai Rp11,5 triliun yang terdiri dari klaim korporasi dan ritel. Nilai klaim korporasi sebesar Rp0,6 triliun yang terdiri dari 22.735 peserta.
Sedangkan untuk nasabah ritel terdiri dari 12.410 peserta, nilai klaim ini terbagi dua yakni klaim ekspirasi/meninggal senilai Rp0,2 triliun dan klaim tebus Rp0,7 triliun.
Sementara itu dari sisi solvabilitas perusahaan memiliki RBC minus 1.907 persen padahal batas minimum RBC sesuai dengan POJK adalah sebesar 120 persen. Nilai ekuitas perseroan tercatat minus Rp35,9 triliun.