JAKARTA - Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sempat menyampaikan pidatonya beberapa jam sebelum serangan pertama Rusia dimulai. Volodymyr Zelenskyy menegaskan perang yang pecah merugikan banyak pihak.
Volodymyr Zelenskyy mengkritik kehadiran militer Rusia di sepanjang perbatasan. Jumlahnya tidak main-main hampir mencapai 200 ribu prajurit. Belum lagi dihitung dengan alat perang canggih Rusia.
Sebelumnya redaksi sudah mengulas kekuatan militer Rusia yang sudah disiapkan untuk melakukan invansi ke Ukraina. Anda bisa membacanya dalam artikel 'Cara Militer Rusia Kepung Ukraina, Siapkan Pasukan Elite dan Heli Serbu'.
"Para pemimpin Anda menyetujui mereka untuk melangkah maju, ke wilayah negara lain. Dan langkah ini bisa menjadi awal dari perang besar di benua Eropa," kata Volodymyr Zelenskyy seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu 24 Februari.
Volodymyr Zelenskyy menegaskan, perang bukanlah yang mereka cari. Apapun itu namanya, perang Dingin, perang panas hingga perang hibrida.
Namun dia bilang bukan berarti Ukraina akan diam saja jika diserang. Jika ada yang coba mengambil wilayah, kebebasan, kehidupan dan kebahagiaan warga Ukraina, Volodymyr Zelenskyy janji tidak tinggal diam.
"Kita akan membela diri. Bukan menyerang, tapi membela diri. Dan ketika Anda akan menyerang kami, Anda akan melihat wajah kami, bukan punggung kami, tetapi wajah kami," tegas dia.
Bagi Zelenskyy, perang adalah bencana besar dan akan dibayar mahal. Perang akan membuat orang kehilangan uang, reputasi, kualitas hidup, hingga kebebasan.
BACA JUGA:
Kepanikan warga Ukraina
Ledakan hingga sirene yang terus bergaung di penjuru kota, sudah cukup untuk membuat warga Ukraina dilanda kepanikan luar biasa. Laporan dari Al Jazeera di Mariupol, Ukraina timur, ada antrian besar di mesin ATM dan pompa bensin karena orang takut listrik dan internet padam.
Belum lagi situasi di dalam kereta menuju Kramatorsk di Ukraina timur ketika berita tentang invasi Rusia pecah.
"Semua orang panik ... ada seorang lelaki tua bertanya apa yang sedang terjadi dan pramugari mengatakan kepadanya 'perang baru saja dimulai'," kata Cincurova.
“Ada penumpang lain, seorang wanita tua yang putranya menjadi tentara, yang mulai menangis. Orang lain saling mendoakan semoga sukses … dan ada diskusi besar tentang apakah kita semua harus turun di desa berikutnya,” tambahnya.
“Beberapa orang memutuskan untuk pergi ke timur untuk bertemu dengan keluarga mereka, tetapi yang lain turun.”