JAKARTA - Sebuah ruang operasi kontrol pesawat tak berawak telah dihancurkan dalam serangan udara di sebuah situs di ibukota Yaman, Sanaa oleh koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi.
"Serangan itu sebagai tanggapan atas ancaman dan kebutuhan militer untuk melindungi warga sipil", kata koalisi pada Hari Jumat 18 Februari.
Pada Hari Senin, koalisi mengumumkan bahwa mereka telah menghancurkan sistem telekomunikasi di Sanaa, yang digunakan oleh Houthi untuk mengendalikan drone yang dipersenjatai.
Dikatakan, operasi terbaru sebagai tanggapan atas serangan pesawat tak berawak Houthi di bandara internasional Abha Arab Saudi pekan lalu, yang menyebabkan 12 orang terluka.
Serangan oleh pemberontak menjadi semakin umum, dengan tim pertahanan udara mencegat roket dan drone hampir setiap hari.
Program drone dan rudal Houthi, sejak perang dimulai pada 2015, menjadi semakin canggih. Para ahli dan pejabat mengatakan pemberontak Yaman telah dibantu oleh Iran dan wakil utamanya Hizbullah.
Akhir pekan lalu, armada jet tempur F-22 Raptor Angkatan Udara Amerika Serikat, tiba di sebuah pangkalan udara di Uni Emirat Arab (UEA) pada Hari Sabtu, menyusul serentetan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Abu Dhabi oleh pejuang Houthi di Yaman.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin memerintahkan pengerahan cepat pesawat generasi kelima, berkoordinasi dengan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed Bin Zayed Al Nahyan dari UEA, bunyi sebuah pernyataan oleh Pusat Angkatan Udara Amerika Serikat.
Ini akan bergabung dengan berbagai kemampuan kekuatan udara tempur gabungan, koalisi dan sekutu dan mitra yang sudah berbasis di seluruh kawasan.
Para penerbang dan F-22 dikerahkan dari 1st Fighter Wing, yang terletak di Pangkalan Gabungan Langley-Eustis, Virginia, kata Angkatan Udara AS.
BACA JUGA:
Untuk diketahui, Yaman telah dilanda perang saudara sejak 2014, ketika pemberontak Houthi yang didukung Iran menguasai Sanaa dan sebagian besar utara negara itu, memaksa pemerintah untuk melarikan diri ke selatan, lalu ke Arab Saudi.
Sementara, koalisi memasuki perang pada Maret 2015, untuk mencoba mengembalikan Presiden Abdrabu Mansur Hadi ke tampuk kekuasaan.