JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta bakal pasangan calon (bapaslon) kepala daerah siap menandatangani pakta integritas yang menyatakan menerima diskualifikasi jika melanggar protokol kesehatan saat menjalani tahapan Pilkada 2020.
Pakta integritas biasa dibuat ketika pemilu berlangsung. Namun, selama ini, pakta integritas hanya berisi kesepakatan menjalani pemilihan dengan damai.
Karena pilkada saat ini diselenggarakan ketika pandemi virus corona baru, Tito meminta adanya penambahan pernyataan mengenai kepatuhan pelaksanaan protokol pencegahan COVID-19.
"Selama ini pakta integritas pilkada dan pemilu biasanya hanya pilkada damai, siap menang siap kalah. Makanya, ini ditambahkan lagi, dengan kepatuhan kepada protokol COVID-19," kata Tito dalam rapat dengar pendapat bersama DPR RI, Kamis, 10 September.
Pembuatan pakta integritas ini, kata Tito bisa disosialisasikan melalui rapat koordinasi (rakor). Rakor ini dipimpin oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tiap daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2020.
KPU dan Bawaslu mengundang jajaran forum komunikasi pemerintah daerah (Forkopimda), perwakilan partai politik, serta para kontestan atau paslon.
"Di dalam rakor ini, pertama disosialisasikan mengenai tahapan pilkada dan kerawanan di tiap tahapan, karena belum tentu semua paham. Lalu, di rakor tersebut mendorong dibuat pakta integritas oleh para kontestan," jelas Tito.
BACA JUGA:
Guna mendukung kepatuhan protokol kesehatan dalam penyelenggaran Pilkada 2020, Tito meminta daerah membuat peraturan daerah (perda) atau peraturan kepala daerah (perkada).
Peraturan di tiap daerah ini, kata Tito perlu dibuat. Isinya, merupakan penjelasan mengenai hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama pandemi. Aturan itu pun harus dilengkapi sanksi, baik sanksi administrasi hingga kerja sosial.
"Perda atau pekada ini sangat penting, karena penegak hukum ini overlapping antara kegiatan penanganan COVID-19 secara nasional dengan pilkada. Sehingga, regulasi pilkada yang mungkin ada yang tidak terjangkau, bisa di-cover dengan penegak yang lain," ungkap mantan Kapolri tersebut.
Hingga saat ini, ada 33 provinsi yang sudah punya aturan itu. Pada tingkat kabupaten/kota, ada 174 daerah yang sudah membuat perda atau perkada. Lalu, ada 87 kabupaten/kota yang belum membuat aturan. "Yang belum ini yang terus kita dorong," sebut dia.