Bagikan:

JAKARTA - Masih terlalu dini untuk berbicara tentang penyelesaian krisis Ukraina, meskipun ada tanda-tanda tentatif bahwa diplomasi membuat kemajuan, kata Kanselir Jerman Olaf Scholz.

Pernyataan Scholz datang ketika Berlin melaporkan penurunan cadangan gas yang sangat bergantung pada impor dari Rusia.

Upaya diplomatik menjadi overdrive minggu ini, ketika pemerintah Eropa bergegas untuk menghentikan pembangunan militer Rusia di dekat Ukraina, agar tidak meledak menjadi perang.

Inggris bergiliran mempelopori upaya tersebut pada Hari Rabu, dengan Menteri Luar Negeri Liz Truss terbang ke Moskow untuk memberi tahu Rusia, negosiasi adalah satu-satunya jalan ke depan.

Di Berlin, Kanselir Scholz mengatakan Rusia telah memahami pesan yang sering diulang, mereka akan menghadapi sanksi berat jika menginvasi Ukraina.

Sementara, Ukraina secara terpisah membuat suara optimis pada Hari Rabu, dengan Menteri Luar Negeri Dmytro Kuleba mengatakan, "diplomasi terus menurunkan ketegangan."

Kanselir Scholz mengatakan, diskusi itu pertanda baik tetapi masalah dalam hubungan Timur-Barat "sangat serius dan akan tetap ada untuk beberapa waktu, jadi mereka layak mendapat perhatian kita."

"Terlalu dini untuk mengatakan bahwa masalah telah diselesaikan," katanya, dikutip dari The National News 10 Februari.

Ketegangan politik bertepatan dengan tekanan energi di Eropa yang telah membuat harga melonjak, menyebabkan kekhawatiran Rusia menggunakan pasokan gas yang cukup sebagai alat tawar-menawar.

Seorang juru bicara Kementerian Ekonomi Jerman mengatakan stok gas, sekitar 35 persen dari kapasitas penyimpanan, berada di bawah ambang batas 40 persen yang dianggap perlu untuk menahan cuaca dingin selama tujuh hari.

Fasilitas penyimpanan tersebut harus setengah penuh untuk mengatasi cuaca dingin selama 30 hari.

"Tentu saja kami memantau situasi tingkat penyimpanan dan itu tentu mengkhawatirkan," kata juru bicara itu.

putin macron
Presiden Macron bersama Presiden Putin. (Sumber: Kremlin.ru)

Sementara, Rusia adalah pemasok gas terbesar Jerman dan masa depan Nord Stream 2, pipa gas yang belum dibuka antara kedua negara, adalah rebutan antara Berlin dan sekutu NATO-nya. Kanselir Scholz tidak akan tertarik pada subjek pada kunjungan ke Washington pada hari Senin.

Terpisah, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan kepada sebuah surat kabar Jerman minggu ini, "semakin ada tanda-tanda Kremlin menggunakan pengiriman gas sebagai pengaruh politik."

Rusia sendiri belum menganggap penyelesaian sudah dekat, setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron mengklaim telah mendapatkan jaminan dari rekannya, Vladimir Putin, di Moskow.

"Dalam situasi saat ini, Moskow dan Paris tidak dapat mencapai kesepakatan apa pun," terang juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

Presiden Macron mengatakan Rusia tidak akan meningkatkan situasi di Ukraina, yang bersiap untuk kemungkinan invasi oleh 100.000 tentara yang berkumpul di sisi timurnya. Kendati demikian, Amerika Serikat mengatakan invasi bisa terjadi kapan saja.

Rusia juga menuangkan air dingin pada kunjungan Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss, yang mengambil nada sedikit menjelang perjalanan dua hari ke Moskow.

Dikatakan, negosiasi dengan Inggris akan berlangsung singkat jika Inggris tidak menghentikan retorikanya, tentang sanksi potensial yang dapat menargetkan orang kaya Rusia di London.

"Jika mereka datang ke Rusia untuk mengancam kami lagi dengan sanksi, maka itu tidak ada gunanya. Kami membaca semuanya, melihat semuanya, mengetahui dan mendengar," tegas Duta Besar Rusia di London Andrey Kevin.

Sedangan Menteri Truss mengatakan, Rusia "harus tidak diragukan lagi tentang kekuatan tanggapan kami' jika menyerang Ukraina.

Peran Inggris dalam negosiasi akan berlanjut pada Hari Kamis ini, ketika Perdana Menteri Boris Johnson mengunjungi markas NATO dan kemudian menuju ke Polandia.

Kanselir Scholz, sementara itu, membenarkan para pejabat tinggi dari Jerman, Prancis, Rusia dan Ukraina akan bertemu di Berlin pada Kamis dengan harapan menghidupkan kembali upaya perdamaian.

Untuk diketahui, Rusia dan Ukraina masing-masing menuduh satu sama lain melanggar kesepakatan Minsk, yang dimaksudkan untuk membawa perdamaian ke Ukraina timur yang dilanda perang.