Protokol Kesehatan Diabaikan Saat Pendaftaran Cakada, Komisi II: Sudah Diingatkan
Ilustrasi pemilihan umum (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi melihat tahapan pendaftaran calon kepala daerah di 271 wilayah yang berlangsung sejak Jumat, 4 September hingga Minggu, 6 September diwarnai banyaknya pelanggaran protokol kesehatan. 

Dia menyoroti masih adanya pengerahan massa yang begitu masif di sejumlah daerah yang tidak memperhatikan protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan ketersediaan tempat cuci tangan. 

"Dari awal kami telah mengingatkan mengenai risiko pelaksanaan pilkada di masa pandemi ini. Tahapan pendaftaran paslon ini menampilkan sisi paradoksal yang cukup mengkhawatirkan," kata Arwani dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa, 8 September.

"Padahal tahapan masih cukup panjang seperti kampanye, sosialisasi, hingga hari H pencoblosan," imbuhnya.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga menilai, sejumlah pihak tidak konsisten dalam menerapkan protokol kesehatan dalam prosesi pendaftaran tersebut. 

Padahal, menurut Pasal 11 ayat (1) PKPU No 6/2020 dengan jelas menyebut seluruh pihak yang terlibat dalam proses Pilkada serentak 2020 wajib melaksanakan program kesehatan pencegahan COVID-19 termasuk menggunakan masker. Selain itu, petugas juga berhak memberikan teguran kepada mereka yang tak menaati protokol kesehatan. Sebab hal ini sudah diatur pada Pasal 11 ayat (2) PKPU No 6/2020.

Jika sudah ditegur namun tak diindahkan, maka berdasarkan Pasal 11 ayat (3) PKPU No 6/2020, penyelenggara berkoordinasi dengan Bawaslu provinsi atau kabupaten, Panwaslu kecamatan atau kelurahan untuk memberikan sanksi sesuai undang-undang yang berlaku.

"Tapi di PKPU 6/2020 ini tidak ada ketentuan sanksi bagi siapa saja yang melanggar ketentuan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 ini. Maka, melihat pelanggaran protokol pencegahan COVID-19 yang masif di tengah masyarakat ini, pemerintah harus melakukan langkah-langkah konkret untuk menertibkannya," ungkapnya.

Lebih lanjut, Arwani juga menilai pemerintah harus terus menguatkan koordinasi dengan pemerintah daerah yang menggelar kontestasi politik lima tahunan sekali itu dan juga berkoordinasi dengan Satgas COVID-19 di wilayah tersebut.

Sementara untuk pelanggaran protokol kesehatan, dia menilai setidaknya ada dua sanksi yang bisa diterapkan. Pertama adalah sanksi yang diatur oleh masing-masing pemerintah daerah. Apalagi, saat ini sudah ada Inpres Nomor 6 Tahun 2020 yang memberikan penguatan kepada Pemda untuk membuat peraturan daerah yang mendorong penerapan Protokol Kesehatan pencegahan COVID-19.

"Kedua, penerapan sanksi oleh Panwaslu kecamatan atau kelurahan dan Bawaslu kabupaten atau provinsi di bawah supervisi Bawaslu RI," ujarnya.

"Bawaslu RI agar menyiapkan instrumen regulasi khusus kepada penyelenggara pilkada, peserta pilkada dan pemilih mengenai penerapan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 ini," imbuh dia.

Sebelumnya, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Fritz Edward Siregar menyatakan ada 141 bakal pasangan calon yang diduga melanggar protokol pencegahan COVID-19 ketika mendaftar sebagai calon kepala daerah ke KPU daerah masing-masing.

Itu artinya, dugaan pelanggaran protokol kesehatan berupa arak-arakan dan kerumunan dilakukan oleh hampir separuh bakal pasangan calon (bapaslon) dari total 315 pasangan yang mengikuti Pilkada Serentak Lanjutan 2020.

"141 bapaslon tersebut diduga melanggar aturan peraturan KPU yang secara tegas melarang konvoi dan arak-arakan di tengah pandemi COVID-19, kata Fritz, dikutip dari laman resmi Bawaslu, Minggu, 6 September.

Bukan hanya itu, berdasarkan pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman diketahui ada 37 calon kepala daerah yang ternyata terjangkit COVID-19. Informasi ini diketahui dari penyampaian hasil tes swab PCR dari tiap calon yang menjadi salah satu persyaratan pendaftaran. 

"Calon yang dinyatakan positif berdasarkan pemeriksaan swab tesnya sebanyak 37 calon. Bukan pasangan calon, ya. Data ini kami kumpulkan dari 21 provinsi," kata Arief di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Senin, 7 September.

Sementara, jumlah bapaslon yang diterima pendaftarannya hingga hari Minggu pukul 24.00 sebanyak 687 bapaslon.

Rinciannya, ada 22 bapaslon gubernur dan wakil gubernur, 570 bapaslon bupati dan wakil bupati, dan 95 bapaslon wali kota dan wakil wali kota. Bapaslon tersebut mendaftar di 270 daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2020.

Lalu, jumlah bakal pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebanyak 626. Sementara, jumlah bakal pasangan calon yang melalui jalur perseorangan sebanyak 61.