JAKARTA - Pengadilan Negeri Denpasar tetap menggelar sidang perdana I Gede Ari Astina alias Jerinx SID atas dugaan kasus ujaran kebencian dan pencemaran nama baik IDI Bali, secara daring.
Sebelumnya, kuasa hukum Jerinx SID, I Wayan Suardana alias Gendo telah mengajukan surat permohonan keberatan atas persidangan daring dan permohonan sidang secara langsung atau tatap muka.
"Kami sudah terima surat keberatan persidangan secara online dan meminta persidangan dilakukan secara tatap langsung. Surat tersebut adalah kewenangan atau hal daripada terdakwa, maupun pengacaranya meminta persidangan secara langsung dan tatap muka, ya itu hak mereka," kata Ketua Pengadilan Negeri Denpasar, Sobandi dilansir Antara, saat ditemui di PN Denpasar, Senin, 7 September.
Menurut Sobandi, selama ini PN Denpasar sudah melakukan persidangan secara daring bagi para terdakwa yang ditahan. Utamanya, selama masa COVID-19, bagi terdakwa yang ditahan itu sidang-nya dilakukan secara virtual atau teleconference.
Hal tersebut telah menjadi kesepakatan atau MoU antara Mahkamah Agung, Kejagung, Menteri Hukum dan UU serta SK Dirjen Nomor 379 Tahun 2020, juga SE Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020.
"Untuk selanjutnya kewenangan itu ada di majelis hakim, apakah nanti tetap melakukan penahanan atau menunda atau menangguhkan penahanan. Kalau menangguhkan penahanan maka sidang-nya akan secara langsung. Tapi kalau masih ditahan sidang tetap online atau virtual," tutur Sobandi.
Ia menjelaskan bahwa penolakan sidang daring tersebut menjadi hak dari terdakwa I Gede Ary Astina alias Jerinx SID melalui kuasa hukumnya. Kata Sobandi, aparat penegak hukum punya kewajiban dan kewenangan dengan instrumennya, untuk melakukan penahanan.
BACA JUGA:
Sebelumnya, pada sekitar pukul 14.00 wita kuasa hukum Jerinx SID, I Wayan Suardana mendatangi PN Denpasar untuk mengajukan permohonan keberatan atas persidangan online dan permohonan sidang langsung (tatap muka).
"Kami keberatan dan menolak penyelenggaraan sidang online terhadap klien kami Jerinx. Dan kami mohon agar dalam pemeriksaan perkara a quo dilakukan secara tatap muka untuk menjamin hak hukum klien kami," ujar I Wayan Suardana atau yang akrab disapa Gendo.
Ia menjelaskan beberapa pertimbangan penolakan sidang online yaitu pertama karena bertentangan dengan Undang-undang, dari UU kekuasaan kehakiman dan KUHAP jelas pada pokoknya menyampaikan bahwa terdakwa wajib hadir secara fisik dalam persidangan. Jadi jika kemudian terdakwa dihadirkan secara online, maka hal itu bertentangan dengan UU baik KUHAP maupun UU Kekuasaan Kehakiman.
Pertimbangan kedua, sidang online berpotensi atau dapat menghambat upaya-upaya menggali kebenaran materiil. "Perkara pidana ini adalah menggali kebenaran materiil, oleh karena itu maka seharusnya seluruh pihak dalam persidangan dapat menggali secara bebas dan menggali secara komprehensif termasuk bisa melihat dari gestur," ucap Gendo.