JAKARTA - Angkatan Laut AS mengatakan pada Hari Selasa, pihaknya sedang membuat pengaturan untuk mengevakuasi jet tempur F-35C yang jatuh ke Laut China Selatan, setelah kecelakaan saat hendak mendarat.
Tujuh personel militer AS terluka dalam kecelakaan Senin di dek Kapal Induk USS Carl Vinson (CVN-70), sementara sang pilot selamat dengan menggunakan kursi pelontar, kata Angkatan Laut.
"Saya dapat memastikan pesawat itu menabrak dek penerbangan saat mendarat dan kemudian jatuh ke air," terang juru bicara Armada ke-7 AS Letnan Nicholas Lingo, mengutip Reuters 26 Januari.
"Angkatan Laut AS sedang membuat pengaturan operasi pengangkatan kembali pesawat F-35C."
Ditanya tentang laporan media tanpa sumber yang menunjukkan ada kekhawatiran pesawat itu bisa jatuh ke tangan China, yang mengklaim sebagian besar Laut China Selatan, Lingo menjawab, merujuk pada Republik Rakyat China: "Kami tidak dapat berspekulasi tentang niat RRC dalam masalah ini."
Meskipun Angkatan Laut belum mengungkapkan di mana di Laut Cina Selatan kecelakaan itu terjadi, Beijing mengklaim hampir semua jalur air seluas 1,3 juta mil persegi (3,3 juta kilometer persegi) sebagai wilayahnya dan telah memperkuat klaimnya dengan membangun dan memiliterisasi terumbu karang dan pulau-pulau di sana, seperti melansir CNN.
Belum ada komentar resmi China tentang kecelakaan itu, dengan media pemerintah melaporkannya hanya mengutip media asing. Tetapi, China hampir pasti ingin melihat F-35 yang hilang, kata para analis.
"China akan mencoba untuk menemukan dan mensurvei secara menyeluruh menggunakan kapal selam dan salah satu kapal selam selamnya yang dalam," ujar Carl Schuster, mantan direktur operasi di Pusat Intelijen Gabungan Komando Pasifik AS di Hawaii.
Schuster, mantan kapten Angkatan Laut AS, mengatakan ada kemungkinan China dapat mengklaim hak penyelamatan berdasarkan klaim teritorialnya di Laut China Selatan.
"Menyelamatkan pesawat dengan aset komersial dan penjaga pantai akan memungkinkan Beijing untuk mengklaim, telah memulihkan potensi bahaya lingkungan atau peralatan militer asing dari perairan teritorialnya," terang Schuster.
Tetapi, operasi semacam itu akan menimbulkan risiko politik, kata Collin Koh, peneliti di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura.
"Untuk secara terang-terangan melakukan ini dapat berisiko memperburuk ketegangan dengan AS. Saya tidak percaya Beijing memiliki keinginan untuk itu," sebutnya.
"Namun, kita dapat mengharapkan China untuk membayangi, berkeliaran dan mengawasi operasi penyelamatan dan pemulihan Amerika seperti itu," sambung Koh.
Schuster mengatakan Angkatan Laut AS kemungkinan akan tetap berada di daerah di mana puing-puing diyakini berada dalam operasi yang bisa memakan waktu berbulan-bulan, tergantung pada seberapa dalam F-35 di bawah Laut China Selatan.
Kapal penyelamat AS membutuhkan waktu transit 10 hingga 15 hari ke lokasi, ujar Schuster, dan pemulihan sekali di sana bisa memakan waktu hingga 120 hari.
Ditanya apakah AS bisa menghancurkan puing-puing dengan torpedo atau bahan peledak, para analis mengatakan itu tidak mungkin.
"Pertanyaan saya adalah apakah Anda benar-benar tidak meninggalkan apa pun yang berpotensi menjadi sumber kekayaan intelijen di antara serpihan-serpihan yang tersebar di dasar laut, yang masih dapat diambil oleh pihak berkepentingan mana pun dengan kemampuan itu?" kata Koh.
Upaya evakuasi Angkatan Laut AS ini akan menandai ketiga kalinya sebuah negara yang menerbangkan F-35 mencoba menariknya dari kedalaman.
BACA JUGA:
November lalu, sebuah F-35B Inggris jatuh saat lepas landas dari dek kapal induknya HMS Queen Elizabeth ke Laut Mediterania. Kementerian Pertahanan Inggris mengkonfirmasi kepada outlet berita pada awal Januari, jet itu telah ditemukan pada Bulan Desember di tengah kekhawatiran pesawat yang tenggelam bisa menjadi target intelijen Rusia.
Sementara jauh sebelumnya, jet tempur F-35A Jepang jatuh ke Pasifik pada 2019, menimbulkan kekhawatiran itu bisa menjadi target intelijen Rusia dan China.
Tetapi hanya potongan-potongan kecil dari pesawat Jepang yang ditemukan oleh Jepang karena pesawat itu diperkirakan menabrak air dengan kecepatan penuh.
Dalam kasus kecelakaan Mediterania dan kecelakaan minggu ini, pesawat bergerak lebih lambat, sehingga lebih banyak puing-puing diperkirakan akan ditemukan.