Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pengaturan proyek hingga berujung pemberian suap terhadap Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin.

Pendalaman ini dilakukan dengan memeriksa tiga saksi yang kini berstatus sebagai tersangka. Salah satunya yang turut diperiksa adalah saudara kandung Terbit Rencana, Iskandar Perangin Angin. Pemeriksaan dilakukan pada Senin, 24 Januari kemarin.

"Tersangka ISK (Iskandar PA), tersangka MSA (Marcos Surya Abadi), dan tersangka IS (Isfi Syahfitra) masing-masing diperiksa dalam statusnya sebagai saksi," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 25 Januari.

"Tim penyidik mengonfirmasi ketiganya terkait dengan dugaan pengaturan berbagai proyek di Pemkab Langkat dengan adanya penyetoran uang berupa fee untuk kemudian diserahkan kepada tersangka TRP," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin sebagai tersangka suap terkait proyek infrastruktur. Penetapan ini dilakukan setelah komisi antirasuah menggelar OTT pada Selasa, 18 Januari.

Dia ditetapkan bersama empat tersangka lainnya yaitu Kepala Desa Balai Kasih yang merupakan saudara kandung Terbit Rencana, Iskandar PA; dan tiga orang swasta atau kontraktor yaitu Marcos Surya Abdi, Shuhandra Citra, serta Isfi Syahfitra. Kemudian sebagai pemberi suap adalah Muara Perangin Angin yang merupakan pihak swasta atau kontraktor.

Dalam kasus ini, KPK menduga Terbit melakukan pengaturan dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat.

Selain itu, ia juga memerintahkan anak buahnya untuk aktif berkoordinasi dengan saudara kandungnya, Iskandar yang jadi perwakilan dirinya untuk memilih kontraktor yang memenangkan paket pekerjaan di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.

Atas perbuatannya, Terbit bersama tersangka penerima suap lainnya disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sedangkan Muara sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.