Anggota DPR Kalimantan: Edy Mulyadi Tak Cukup Minta Maaf, Harus Dibawa ke Ranah Hukum
Ilustrasi/antara

Bagikan:

JAKARTA - Anggota DPR RI Deddy Yevri Sitorus, menegaskan pernyataan Sekjen Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama Edy Mulyadi terkait Kalimantan yang diproyeksikan menjadi lokasi ibu kota negara (IKN) sangat menghina, menyakitkan, bahkan merendahkan warga Borneo.

Menurutnya, pernyataan Edy tidak dapat dibenarkan dari sisi hukum, sosial, maupun agama. Deddy menilai, persoalan ini juga berpotensi menimbulkan gejolak sosial karena menimbulkan luka yang dalam bagi seluruh etnis dan warga yang berdiam di Pulau Kalimantan.

"Oleh karena itu, permintaan maaf saja tidak cukup, tetapi harus dibawa ke ranah hukum," ujar Deddy Yevri Sitorus kepada wartawan, Selasa, 25 Januari.

Deddy menilai, tujuan sebenarnya ucapan Edy Mulyadi dirancang untuk merendahkan keputusan pemerintah yang memindahkan IKN. Untuk mencapai tujuan itu, kata dia, Edy dan kawan-kawan memilih cara menginjak-injak dan melecehkan kehormatan serta martabat Kalimantan sebagai suatu kesatuan wilayah hidup manusia yang beradab, berbudaya, dan memiliki sejarah yang panjang.

"Karena itulah mereka memilih kata-kata yang melecehkan, seperti 'tempat jin buang anak, kuntilanak, genderuwo dan monyet'. Hal itu untuk memperkuat argumen ketidaksetujuan mereka tentang pemindahan ibu kota negara. Jadi jelas bahwa memang mereka memilih kata-kata penghinaan itu dengan sengaja," tegas legislator dapil Kalimantan Utara itu.

Politikus PDIP lantas menyinggung kekayaan alam Kalimantan, seperti minyak dan gas bumi (migas) yang berlimpah. Menurutnya, tak sedikit pasokan migas di Pulau Jawa yang merupakan hasil tambang dari Kalimantan.

"Edy Mulyadi itu kampungan dan norak menurut saya. Dia apa tidak tahu kalau jutaan orang datang dari Pulau Jawa dan dari seluruh penjuru Indonesia untuk mencari hidup di Kalimantan? Apa dia tidak tahu bahwa listrik, elpiji, dan BBM yang dia nikmati itu sebagian besar datang dari Kalimantan yang kaya dengan batu bara, gas, dan minyak bumi?," bebernya.

"Apa dia tidak tahu bahwa Kalimantan menyumbang pendapatan negara yang sangat besar dari berbagai komoditas dan bahan baku industri? Apakah Edy Mulyadi cs tidak tahu bahwa Kalimantan itu adalah paru-paru dunia yang sangat penting secara global? Kalau sampai nggak tahu, ya kebangetan," lanjut Deddy.

Untuk iru, Deddy berharap kasus yang melibatkan Edy diselesaikan di ranah hukum. Sebab kata dia, Edy merupakan sosok arogan yang perlu diganjar sanksi hukum.

"Orang-orang seperti Edy Mulyadi cs harus menerima ganjaran dari arogansi dan sikap jemawa yang luar biasa, seolah-olah mereka berada di atas hukum dan orang lain. Demokrasi itu ada batasnya, sikap kritis pun ada rambu-rambunya. Kita tidak boleh membiarkan anarki dan provokasi terus-menerus mengisi ruang publik kita," tandas Deddy.

Sebelumnya Edy Mulyadi sudah menyampaikan permintaan maaf atas pernyataan tersebut.