Bagikan:

JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan mengirim tim ke Kabupaten Langkat, Sumatera Utara untuk menginvestigasi keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin.

Tim ini dikirimkan setelah adanya laporan dari Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care. Kelompok ini menduga, Terbit Rencana diduga mengurung 40 pekerja sawit di dalam kerangkeng yang bentuknya seperti penjara.

"Atas aduan ini kami akan segera kirim tim ke sana, ke Sumatera Utara dan terus berkomunikasi dengan berbagai pihak," kata Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam kepada wartawan, Senin, 24 Januari.

Pengiriman tim ini memang harus cepat dilakukan agar korban mendapat perlindungan. Apalagi, jika ada dugaan penyiksaan.

"Jangan sampai hari ini hilang 1 gigi, karena kita lama meresponsnya, besok hilang 2 gigi atau 3 gigi. Semakin cepat maka akan semakin baik pencegahan ini," tegasnya.

Anam mengatakan tim ini juga nanti akan menggali sejumlah tanda tanya terkait keberadaan kerangkeng tersebut. Misalnya, berapa jumlah pasti pekerja yang dikurung hinga dari mana asal mereka.

Sementara itu, pihak Migrant Care yang diwakili oleh Anis Hidayah mengatakan dugaan adanya kerangkeng manusia di rumah Terbit Rencana adalah laporan dari masyarakat. Dia menyebut ada dugaan praktik perbudakan modern yang terungkap saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK berhasil menjerat Terbit.

"Ada pekerja sawit di ladangnya (Terbit Rencana Perangin Angin, red), kita menemukan ada tujuh perlakuan kejam dan tidak manusiawi yang kita duga sebagai perbudakan modern dan perdagangan manusia," ungkap Anis.

Tujuh perlakuan kejam itu di antaranya adalah Terbit membangun penjara atau kerangkeng manusia di rumahnya untuk menampung pekerja sawit, para pekerja tidak boleh kemana-mana, dipukuli, diberi makan tidak layak dua kali sehari, hingga tidak digaji.

"Kemudian tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar," katanya.

"Berdasar kasus tersebut, kita melaporkan ke Komnas HAM karena itu sangat keji. Baru tahu ada kepala daerah yang mestinya melindungi warganya tapi justru menggunakan kekuasaannya untuk secara sewenang-wenang melakukan tindakan yang melanggar prinsip HAM, anti penyiksaan, dan anti perdagangan manusia," pungkas Anis.

Diberitakan sebelumnya, ‘penjara’ ini mulanya diketahui saat KPK menggeledah rumah Terbit Rencana Perangin Angin dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Kapolda Sumatera Utara (Sumut) Irjen Panca Putra Simanjuntak, membenarkan bangunan kerangkeng mirip penjara di kediaman Terbit Rencana Perangin Angin. Di lokasi itu ada 3-4 orang.

"Betul kita temukan ada tempat menyerupai kerangkeng berisi 3-4 orang. Dari pendalaman kita bukan 3-4 orang itu. Kita dalami itu masalah apa, kenapa ada kerangkeng," kata Irjen Panca di Medan, Senin, 24 Januari. 

Namun, kata Irjen Panca, tempat itu dijadikan sebagai lokasi rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan narkoba. ‘Penjara’ itu, katanya sudah ada lebih dari 10 tahun. 

"Dari hasil pendalaman kita itu tempat rehabilitasi yang dibuat yang bersangkutan secara pribadi dan berlangsung selama 10 tahun untuk merehabilitasi korban narkoba," papar dia. 

Irjen Panca mengatakan, saat melihat langsung ke lokasi tersebut, pihaknya menemukan ada orang yang baru masuk 2 hari sebelum peristiwa OTT KPK. Sementara, berdasarkan pengakuan Bupati Terbit Rencana Perangin Angin, ada juga korban penyalahgunaan narkoba yang sedang bekerja di ladang. 

Kapoldasu mengatakan rehabilitasi milik Bupati Langkat itu dikelola secara pribadi dan belum memiliki izin. 

"Itu (milik) pribadi, belum ada izinnya, saya dalami bagaimana pemeriksaan kesehatan dan yang bekerja di sana. Dari penjelasan yang bersangkutan, memperkerjakan warga binaan yang sudah sehat, dipekerjakan lagi di sana. Sebagian besar direhabilitasi secara pribadi, itu cukup baik," ujar Irjen Panca.