JAKARTA - Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Itong Isnaini Hidayat tak terima ditetapkan sebagai tersangka penerima suap pengurusan perkara usai terjerat operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 19 Januari. Hanya saja, KPK meyakini penetapan tersebut sudah sesuai prosedur sesuai perundang-undangan.
Protes yang disampaikan Itong terjadi saat konferensi pers penetapan tersangka pada Kamis, 20 Januari.
Awalnya, dia hanya menunjukkan gesture tidak nyaman. Hal ini terlihat karena Itong beberapa kali menengok ke arah belakang hingga akhirnya ditegur pengawal tahanan yang berada di sebelahnya.
Selanjutnya, usai Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyebut Itong bersama panitera pengganti, Hamdan sebagai tersangka penerima suap karena menerima dari pengacara dan kuasa PT Soyu Giri Primedika, Hendro Kasiono, dia pun protes.
“Saya tidak pernah menjanjikan apa pun. Itu omong kosong," tegas Itong dalam jumpa pers berlangsung di gedung Merah Putih KPK.
Setelah menyampaikan protesnya itu, dia kemudian diminta berbalik menghadap ke tembok lagi oleh pengawal tahanan. Sementara Nawawi memilih meneruskan pernyataannya di hadapan media.
KPK Tanggapi Keberatan Itong
Protes yang disampaikan oleh hakim tersebut kemudian ditanggapi santai Nawawi. Dia bilang, silakan sampaikan protes sekeras apapun karena penetapan tersangka itu tentu sudah sesuai bukti yang ditemukan.
"Bagi kami silakan mau berekspresi seperti apa saja, mau teriak, mau apa, KPK memiliki kecukupan bukti untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka dalam perkara ini," ungkap Nawawi.
BACA JUGA:
Dalam kasus ini, Itong diduga menerima suap melalui Hamdan, Panitera Pengganti Pengadilan Surabaya yang menjadi representasinya. Adapun uang yang ditemukan saat operasi senyap jumlahnya mencapai Rp140 juta.
KPK menyebut uang itu sebagai tanda jadi terkait pengurusan perkara pembubaran PT SGP.
Selanjutnya, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Itong dan Hamdan dinonaktifkan oleh Mahkamah Agung. Hal ini disampaikan oleh Plt Kepala Bawas Mahkamah Agung Dwiarso Budi Santiarto dalam konferensi pers tersebut.
"Oleh karena hakim dan panitera yang menjadi objek tangkap tangan ini telah ditetapkan KPK sebagai tersangka, dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah maka hari ini juga yang bersangkutan telah diberhentikan sementara oleh Bapak Ketua Mahkamah Agung sebagai hakim dan panitera pengganti," kata Dwiarso, Kamis, 20 Januari.
"Sudah ditandatangani SK-nya," imbuh dia.
MA berharap operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Itong bersama Hamdan tersebut bisa menjadi salah satu langkah perbaikan. Ke depannya, Dwiarso berharap lembaga peradilan menjadi bebas praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
"OTT ini semoga membantu Mahkamah Agung untuk mempercepat menjadi lembaga yang bersih dari praktik-praktik korupsi korupsi, kolusi, dan nepotisme," tegasnya.
Selain itu, Badan Pengawas MA akan melakukan beragam upaya pencegahan. Sehingga, kejadian pelanggaran kode etik maupun korupsi di tubuh lembaga tersebut tidak lagi terjadi.
"Mahkamah Agung mendukung sepenuhnya langkah hukum yang dilakukan oleh KPK termasuk OTT yang dilakukan hari ini terhadap oknum hakim dan panitera pengganti PN Surabaya," tandasnya.