Jadi Tersangka Suap Pengurusan Perkara di PN Surabaya, Hakim Itong Dinonaktifkan MA
Jumpa pers terkait OTT KPK di PN Surabaya/FOTO: Wardhany Tsa Tsia- VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Itong Isnaini Hidayat sebagai tersangka penerima suap penanganan perkara. Setelah penetapan ini, dia kemudian diberhentikan dari jabatannya sebagai hakim oleh Mahkamah Agung (MA).

Hal ini disampaikan oleh Plt Kepala Bawas Mahkamah Agung Dwiarso Budi Santiarto dalam konferensi pers penetapan tersangka yang dilakukan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Selain Itong, MA juga memberhentikan panitera pengganti di Pengadilan Negeri Surabaya bernama Hamdan. Sama seperti Itong, dia juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

"Oleh karena hakim dan panitera yang menjadi objek tangkap tangan ini telah ditetapkan KPK sebagai tersangka, dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah maka hari ini juga yang bersangkutan telah diberhentikan sementara oleh Bapak Ketua Mahkamah Agung sebagai hakim dan panitera pengganti," kata Dwiarso, Kamis, 20 Januari.

"Sudah ditandatangani SKnya," imbuh dia.

MA berharap operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Itong bersama Hamdan tersebut bisa menjadi salah satu langkah perbaikan. Ke depannya, Dwiarso berharap lembaga peradilan menjadi bebas praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

"OTT ini semoga membantu Mahkamah Agung untuk mempercepat menjadi lembaga yang bersih dari praktik-praktik korupsi korupsi, kolusi, dan nepotisme," tegasnya.

Selain itu, Badan Pengawas MA akan melakukan beragam upaya pencegahan. Sehingga, kejadian pelanggaran kode etik maupun korupsi di tubuh lembaga tersebut tidak lagi terjadi.

"Mahkamah Agung mendukung sepenuhnya langkah hukum yang dilakukan oleh KPK termasuk OTT yang dilakukan hari ini terhadap oknum hakim dan panitera pengganti PN Surabaya," ungkapnya.

Itong dan Hamdan ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 19 Januari. Mereka diduga menerima suap dari pengacara dan kuasa PT Soyu Giri Primedika, Hendro Kasiono.

Ada pun uang ditemukan dalam operasi senyap itu mencapai Rp140 juta. KPK menyebut, uang tersebut merupakan tanda jadi awal agar Itong memenuhi keinginan Hendro terkait permohonan PT SGP.

Atas perbuatannya, Itong dan Hamdan selaku penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf C atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Hendro sebagai pemberi suap disangka Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1).