Diduga Menjadi Perekrut ISIS, Seorang Imam Dideportasi Swedia Setelah Ditahan Selama Setahun
Ilustrasi ISIS. (Wikimedia Commons/thierry ehrmann)

Bagikan:

JAKARTA - Seorang imam yang dicurigai sebagai perekrut ISIS telah dideportasi oleh Swedia setelah satu tahun ditahan.

Ahmed Ahmed (52), ditahan tahun lalu karena dicurigai sebagai tokoh kunci dalam radikalisasi dan perekrutan pejuang ISIS di seluruh Swedia, tempat ia bekerja di sejumlah masjid.

Berasal dari Irak, dinas keamanan Swedia mendeportasinya pekan lalu setelah seorang hakim memutuskan, dia merupakan ancaman bagi keamanan nasional.

Ini terkait dengan adanya dugaan 14 orang yang terhubung dengannya melakukan perjalanan untuk memperjuangkan ISIS.

Dalam penggerebekan tahun 2015 di rumahnya, gambar pejuang ISIS dan Osama bin Laden diduga ditemukan di teleponnya, bersama dengan gambar pilot Yordania yang dibakar hidup-hidup oleh ISIS.

Investigasi awal terhadapnya dibatalkan dan imam membantah tuduhan itu.

"Saya dapat mengonfirmasi bahwa dia telah dideportasi," kata pengacaranya Alparslan Tügel kepada surat kabar Aftonbladet, seperti mengutip The National News 20 Januari.

Dia adalah salah satu dari beberapa imam yang ditahan oleh pemerintah Swedia sebelum dideportasi

Meskipun tuntutan pidana tidak dilanjutkan, penyelidik menuduh bahwa dia memiliki kontak dengan sebagian besar orang di Orebro yang telah bergabung dengan ISIS.

Sementara itu, peneliti teroris Magnus Ranstorp mengatakan kepada surat kabar Swedia Doku, Ahmed adalah perekrut kunci.

"Dia penting dalam hal perekrutan di Orebro, tetapi dia juga bekerja di kota-kota lain seperti Gothenburg, Stockholm dan Eskilstuna," ungkapnya.

"Dia adalah seorang radikalis dan perekrut keliling. Penting untuk menghilangkan ancaman keamanan penting ke Swedia, ini akan mempengaruhi situasi keamanan di masa depan," papar Ranstorp.

Dapat dipahami demham Irak menolak menerima Ahmed, jadi dia ditempatkan dalam penerbangan ke Turki dan diberi sejumlah kecil uang, sebuah ponsel dan tiket pesawat ke Irak, kata istrinya kepada Aftonbladet.

Lima ulama Muslim terkemuka, termasuk seorang rektor sekolah, ditahan menyusul serangkaian penggerebekan terkait dugaan ekstremisme di Swedia pada 2019.

Dinas keamanan Swedia, Sapo, menangkap tiga imam, kepala salah satu sekolah Islam terkemuka di negara itu, dan salah satu putra imam. Dari mereka yang ditangkap, mantan kepala sekolah School of Science Abdel Nasser El Nadi telah secara sukarela meninggalkan Swedia untuk menghindari deportasi.

Pihak berwenang Swedia telah menghadapi kritik domestik dan internasional, karena gagal menangkap dan mengadili pejuang ISIS yang kembali, dan saran bahwa negara itu dapat dipandang sebagai tempat perlindungan bagi teroris.

Tindakan keras itu dilakukan ketika pemerintah Swedia, berupaya memberlakukan undang-undang yang lebih keras untuk menargetkan para ekstremis.

Banyak dari mereka yang ditangkap sebelumnya telah ditolak kewarganegaraan Swedianya selama dekade terakhir.

Untuk diketahui, angka terbaru dari Sapo mengungkapkan setidaknya 300 warganya melakukan perjalanan ke Suriah dan Irak antara 2012 dan 2017 untuk bergabung dengan kelompok ekstremis. Diyakini setengahnya telah kembali, 100 masih berjuang dan 50 tewas.