Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam setiap ekspose atau gelar perkara penanganan kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Sehingga, hasil dan rencana penuntutan dapat disikusikan lebih baik.

Permintaan ini disampaikan Mayarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, permintaan ini akan disampaikan dengan cara menyurati Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Republik 

"(Jampidsus) Mengundang KPK dalam setiap kegiatan ekspose atau gelar perkara dalam membahas perkembangan hasil penyidikan dan rencana penuntutan," ucap Boyamin dalam keterangannya, Senin, 31 Agustus.

Kemudian, meminta KPK memberikan batuan ahli dan penyadapan. Dengan begitu, nantinya alat bukti yang didapat bisa menjadi rujukan bagi penyidik Kejaksaan Agung dalam pengembangan kasus  dan sebagainya.

"Penyadapan dari provider operator telepon seluler guna memperkuat pembuktian, dimana hanya KPK yang diberi wewenang untuk memperoleh dan menggunakan hasil sadapan atau rekaman telepon seluler sebagai alat bukti," papar Boyamin.

Poin ketiga, Boyamin meminta kepada Kejaksan Agung agar menerima kehadiran KPK dalam penyidikan perkara tersebut. Sebab, sejauh ini dinilai masih ada rasa keengganan atas keterlibatan KPK untuk menangani perkara dugaan gratifikasi tersebut.

Terakhir, meminta kepada Kejaksaan Agung untuk menerima dengan lapang dada jika nantinya penangan perkara Jaksa Pinangki diambil alih oleh KPK.

"Bersedia diambil alih penanganan perkara aquo apabila KPK menghendakinya," kata Boyamin.

Terlepas dari empat poin permintaan itu, Boyamin juga meminta kepada penyidik Kejaksaan Agung untuk segera menetapkan seseorang berinisial AIJ sebagai tersangka baru dalam kasus tersebut dan disangkakan dengan pasal 55 KUHP

"Dikarenakan atas perannya AIJ, maka, tersangka PSM diduga telah menerima materi dan atau janji dalam upayanya membantu Joko Soegiarto Tjandra," tandasnya.

Adapun Jaksa Pinangki Sirna Malasari dijadikan tersangka dalam kasus dugaan suap atau penerimaan gratifikasi pengurusan fatwa MA tidak mengeksekusi Djoko Tjandra dalam kasus Bank Bali.