Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepala daerah dan penyelenggara negara tidak berlaku lancung bersama pelaku usaha.

Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata setelah menangkap tangan Bupati Penajam Paser Utara nonaktif Abdul Gafur Mas'ud dan menetapkannya sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan.

"KPK mengingatkan seorang kepala daerah dan penyelenggara negara seharusnya menjadi teladan dan garda terdepan dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, bukan justru memanfaatkan jabatannya untuk bermufakat jahat dengan para pelaku usaha melakukan korupsi," kata Alexander seperti dikutip dari YouTube KPK RI, Jumat, 14 Januari.

Alexander mengatakan korupsi pengadaan barang dan jasa memang rentan sehingga kerap menjadi celah yang dimanfaatkan para pelaku korupsi. Apalagi, proses ini punya tahapan yang panjang mulai dari perancanaan hingga pengawasan serta pertanggungjawabannya.

"Sehingga korupsi pada modus ini dilakukan oleh pihak yang punya kewenangan dan kekuasaan seperti halnya seorang penyelenggara negara serta pihak-pihak lain yang juga memanfaatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan melalui cara-cara yang tidak jujur," tegasnya.

"KPK menyayangkan pembangunan proyek infrastruktur yang tujuannya menyejahterakan dan meningkatkan perekonomian rakyat masih sering jadi bancakan," imbuh Alexander.

Diberitakan sebelumnya, Abdul Gafur ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi; Kepala Dinas PU dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro; dan Kepala Dinas Bidang Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman, dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis.

Sementara sebagai tersangka pemberi suap, KPK menetapkan seorang dari pihak swasta bernama Achmad Zudi. Keenam orang ini ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di Kabupaten Penajam Paser Utara.

Akibat perbuatannya Abdul, Mulyadi, Edi, Jusman, dan Nur selaku penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Zuhdi selaku pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.