Bendahara Umum DPC Demokrat Balikpapan Ikut Jadi Tersangka Suap Bupati Penajam Paser Utara
Jumpa pers KPK soal penetapan tersangka Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud/FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menetapkan 5 orang lain sebagai tersangka selain Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud dari hasil operasi tangkap tangan (OTT). Ikut ditetapkan sebagai tersangka yakni Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis.

Wakil Ketua Ketua KPK Alexander Marwata mengungkap Balqis bersama lima orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tahun 2021-2022.

Balqis bersama Abdul Gafur Mas’ud; Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi; Kepala Dinas PU dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro; dan Kepala Dinas Bidang Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman ditetapkan sebagai penerima suap. Sementara sebagai pemberi adalah swasta bernama Achmad Zudi.

"Ditemukan bukti permulaan yang cukup sehingga KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," kata Alexander dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Januari.

Alexander menjelaskan kasus ini bermula pada 2021 di mana Pemkab Penajam Paser Utara mengagendakan beberapa proyek pekerjaan di Dinas PUPR dan Tata Ruang serta Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga.

Dia mengatakan, nilai proyek ini mencapai Rp112 miliar dengan rincian untuk proyek multiyears peningkatan Jalan Sotek-Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan senilai Rp9,9 miliar.

"Atas adanya proyek tersebut, tersangka AGM selaku bupati diduga memerintahkan tersangka MI selaku Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara, tersangka EH sebagai Kepala Dinas PU RT, dan JM selaku Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga untuk mengumpulkan sejumlag uang dari para rekanan yang sudah mengerjakan proyek fisik," ungkapnya.

Berikutnya, KPK juga mengungkap Abdul Gafur menerima sejumlah uang yang diduga terkait penerbitan perizinan, termasuk izin hak guna usaha lahan sawit dan bleach plant atau pemecah batu pada Dinas PU dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara.

Selain diperintah untuk mengumpulkan uang, Mulyadi bersama Edi dan Jusman juga menjadi orang kepercayaan Abdul untuk mengelola dan menjadi representasi dirinya menerima uang dari. Adapun uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadinya.

Sementara tersangka Abdul bersama Balqis tinggal menerima dan mengelola uang yang masuk. Uang ini, kata Alexander, masuk ke rekening milik Balqis yang juga digunakan untuk kepentingan Abdul.

"Di samping itu tersangka AGM juga diduga telah menerima uang tunai sejumlah Rp1 miliar dari tersangka AZ yang mengerjakan proyek jalan dengan nilai kontrak Rp64 miliar di Kabupaten Penajam Paser Utara," jelas Alexander.

Atas perbuatannya, Zuhdi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu Abdul, Mulyadi, Edi, Jusman, dan Nur selaku penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.