Kepala BRIN: Cangkok Organ Babi ke Manusia Perlu Dikaji dari Sisi Etik
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengemukakan perlunya pengkajian dari sisi etik mengenai pencangkokan organ babi ke tubuh manusia.

"Sebagai riset tentu ini menarik. Tetapi dari sisi etik dan kearifan lokal ini perlu dikaji," kata Handoko saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis, 13 Januari.

Handoko menuturkan bahwa pencangkokan organ hewan ke manusia atau xenotransplantasi merupakan hal yang menarik untuk dieksplorasi dari sisi riset.

Namun, menurut dia, ada banyak faktor termasuk etika dan budaya yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan xenotransplantasi, prosedur yang antara lain melibatkan transplantasi, implantasi, atau pemasukan sel hidup, jaringan, atau organ hewan ke manusia.

Menurut informasi yang disiarkan di laman resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, perkembangan xenotransplantasi sebagian didorong oleh fakta bahwa permintaan organ manusia untuk transplantasi klinis jauh melebihi pasokan.

Meski potensi manfaatnya cukup besar, xenotransplantasi dikhawatirkan menimbulkan infeksi pada penerima yang bisa menular ke kontak dekat mereka dan warga yang lain. 

Pelaksana Tugas Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati BRIN Iman Hidayat saat dihubungi secara terpisah menuturkan bahwa pintu untuk mendalami transplantasi organ hewan ke manusia tetap terbuka bagi peneliti Indonesia.

Meski demikian, ia melanjutkan, dalam hal ini faktor etika dan hukum agama harus dipertimbangkan mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim.

Apalagi, menurut Iman, masih ada opsi lain seperti pemasangan organ buatan dan transplantasi sel untuk memperbaiki fungsi organ.

Pekan ini ada warta mengenai kesuksesan transplantasi jantung babi ke manusia.

Tim pimpinan dokter bedah Bartley P Griffith, MD melakukan transplantasi jantung babi yang sudah dimodifikasi secara genetik kepada David Bennett, pasien berusia 57 tahun dengan penyakit jantung parah, di Pusat Medis Universitas Maryland di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat, Jumat (7/1), dan operasi transplantasi itu dinilai sukses.