Bagikan:

BANYUWANGI - Siswa berinisial G (13) asal Kecamatan Licin, Banyuwangi, Jawa Timur, harus menjalani operasi pemotongan tulang paha usai diduga menjadi korban perundungan (bullying) rekan sekolahnya. 

Tak terima anaknya jadi korban perundungan, orang tua korban pun melaporkan terduga pelaku berinisial D ke Polsek Licin.

Kapolsek Licin Iptu Dalyono membenarkan pihaknya sudah menerima laporan perihal perundungan di lingkungan sekolah tersebut. 

Kronologi tersebut terjadi pada November 2021. Saat itu korban yang masih dalam tahap pemulihan kaki akibat kecelakaan lau lintas mengikuti pembelajaran di sekolahnya. Korban menggunakan alat bantu jalan. 

"Dugaan bullying itu terjadi sepulang sekolah. Saat itu korban yang masih menunggu jemputan didatangi oleh rekannya berinisial D (terduga pelaku). D mengambil alat bantu jalan milik korban," kata Iptu Dalyono, Rabu 12 Januari.

Saat itu, teman korban yang lain berbaik hati mengambil alat bantu jalan yang dibawa oleh D. Korban kembali duduk untuk menunggu jemputan.

"Entah sengaja atau tidak, saat korban itu duduk D datang lagi dengan menendang  kaki korban yang patah itu," ujarnya.

Usai terkena tendangan, korban tidak merasakan sakit. Namun lama-kelamaan kakinya mulai terasa nyeri hebat hingga membuat korban mengerang kesakitan. Korban lalu menceritakan kakinya yang masih dibalut pen sempat ditendang oleh rekan sekolahnya.

"Pihak keluarga korban lalu membawa ke rumah sakit dan melakukan rontgen dan hasilnya tulang yang patah dan masih dipen itu mengalami infeksi. Harus dilakukan operasi lagi dan membutuhkan biaya kurang lebih Rp20 juta," pungkasnya.

Pihak keluarga lalu mengkonfirmasi kebenaran insiden tersebut ke pihak sekolah serta melayangkan laporan ke Polsek Licin. Polisi sebelumnya memediasi agar kasus dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan mengingat terduga pelaku yang masih berada di bawah umur.

"Pihak sekolah maupun pihak wali murid sudah kita dudukkan bersama. Lewat mediasi yang kita lakukan, akhirnya mereka bersepakat saling memaafkan satu sama lain, baik secara lisan maupun  secara tertulis," katanya.

Namun, orang tua korban masih berharap apa yang menjadi tuntutannya bisa dilaksanakan pihak sekolah.

"Karena mungkin, pengawasan sekolah terhadap siswa masih kurang, utamanya bagi siswa seperti korban yang dinilai kurang maksimal dan tidak mendapat prioritas atau perlakuan khusus bagi siswa yang tengah sakit," kata dia.

"Orang tua korban berharap, anaknya tetap dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar melalui sistem daring, tanpa harus ke sekolah karena kondisinya massih tidak memungkinkan," imbuhnya.