KPK Telisik Aliran Uang Terkait Proses Pengajuan Dana PEN Daerah
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri (Foto: Wardhani Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami perihal dugaan adanya aliran uang untuk memperlancar proses pengajuan Dana Pemulihan Ekomoni Nasional (PEN) Daerah.

Pendalaman ini dilakukan dengan memeriksa empat orang saksi termasuk eks Dijen Bina Keuangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mochamad Adrian Noorvianto. Pemeriksaan dilakukan pada Selasa, 11 Januari kemarin di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Selain Adrian, ada juga saksi lain yang didalami perihal aliran uang ini. Mereka adalah Staf pada Subdit pinjaman daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Irham Nurhali, aparatur sipil negara (ASN) di Kemendagri Lisnawati Anishak Chan, dan Direktur Pembiayaan dan Investasi PT Sarana Multi Infrastruktur, Sylvi Juniarty Gani.

"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait mekanisme pengajuan pinjaman dana PEN dan dugaan adanya aliran sejumlah uang untuk memperlancar proses pengajuan pinjaman tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Rabu, 12 Januari.

Dalam pemeriksaan yang sama, KPK juga mendalami adanya penukaran mata uang asing yang dilakukan pihak terkait dalam dugaan suap proses pengajuan dana PEN-Daerah tersebut. Ali bilang, pendalaman tersebut dilakukan dengan memeriksa pihak swasta bernama Lidya Lutfi Angraeni.

"Saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan penukaran sejumlah mata uang asing yang diduga dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dengan perkara ini," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK mengakui tengah menyidik dugaan pemberian dan penerimaan suap terkait pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN Daerah) Tahun 2021 di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara tahun 2021.

Dugaan ini muncul setelah KPK mengembangkan dugaan suap pengadaan barang dan jasa yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Saat itu, Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kolaka Timur Anzarullah ditetapkan sebagai tersangka.

Namun, KPK belum mau memerinci siapa saja pihak yang diduga terlibat. Termasuk kemungkinan keterlibatan Andi Merya di kasus ini.