Bagikan:

MATARAM - Tim Polda Nusa Tenggara Barat menangkap dua orang ibu rumah tangga yang diduga berperan sebagai agen dan perekrut pekerja migran Indonesia (PMI) tujuan Turki.

Kabid Humas Polda NTB Kombes Artanto mengatakan kedua pelaku dugaan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tersebut berinisial SH dan DH.

"Keduanya merupakan agen dan perekrut yang mengirim korban (PMI) berinisial LS asal Lombok Timur," kata Artanto didampingi Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Hari Brata dikutip Antara, Selasa, 11 Januari.

Peran kedua pelaku, lanjut dia, terungkap dari adanya laporan korban yang dipulangkan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ankara, Turki, pada 11 September 2021.

Korban dalam laporannya mendapatkan perlakuan buruk ketika bekerja sebagai asisten rumah tangga di Turki. Bahkan gaji yang dijanjikan tak kunjung cair.

Hal tersebut membuat korban kabur dari tempat bekerja dan meminta pertolongan ke KBRI di Ankara, Turki.

"Jadi keduanya ditangkap Senin (10/1) berdasarkan tindak lanjut laporan korban. Mereka ditangkap di kediamannya di wilayah Lombok Timur," ujar dia.

Dari hasil penyidikan, terungkap modus SH dan DH merekrut hingga mengirim korban ke salah satu negara di kawasan Timur Tengah tersebut.

"Perekrutan pada 2 Juni 2021, korban saat itu dijanjikan bekerja menjadi pengasuh manula dengan gaji Rp21 juta per tiga bulan. Kontraknya dua tahun," kata Artanto.

Bahkan, katanya, untuk menarik perhatian korban agar mau bekerja sebagai PMI melalui jalur mereka, kedua pelaku memberikan "fit" Rp3 juta.

Kalangan yang bergelut di dunia bisnis PMI mengenal istilah uang "fit" sebagai uang jajan, akomodasi, dan transportasi yang diterima calon PMI sebelum berangkat ke negara tujuan.

Untuk keperluan dokumen pribadi korban, kedua pelaku menyusun dengan manipulasi data. Usia korban yang saat diberangkatkan masih 19 tahun diubah menjadi 23 tahun sesuai dengan syarat bekerja di luar negeri.

"Jadi kebanyakan dari mereka ini beraksi dengan bujuk rayu dan mengiming-imingi gaji besar," kata Dirreskrimum Polda NTB Kombes Hari Brata.

Demikian pula dengan perekrutan yang dijalankan kedua pelaku. Hari menegaskan bahwa kegiatannya berlangsung tanpa melalui prosedur resmi dari pemerintah. Modus demikian terungkap dijalankan dalam tiga tahun terakhir.

"Tanpa izin dan prosedural, ini jelas ilegal. Kalau prosedur yang benar itu harus melalui instansi tenaga kerja dan harus (perekrut) di bawah badan usaha dan itu yang bisa diberangkatkan," ujarnya.

Kini kedua pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka yang disangkakan Pasal 10 dan atau Pasal 11 Juncto Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan TPPO dan Pasal 81 dan atau Pasal 83 Undang-Undang RI Nomor 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

"Dari penetapan keduanya sebagai tersangka, kami melanjutkan ke proses penahanan," ucap dia.