Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan pihaknya mengajukan anggaran uang muka pemesanan vaksin COVID-19 sebesar Rp3,8 triliun. Vaksin ini dikembangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan aliansi vaksin (Gavi) dengan skema pembiayaan COVAX.

Hal ini disampaikan Terawan dalam rapat kerja antara Komisi IX DPR RI, Kementerian Kesehatan, serta Satgas Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi.

"Untuk keanggotaan maupun dari Gavi, dan juga mengenai uang muka anggarannya, kami sampaikan ke komisi IX, kalau tidak salah sebesar Rp3,8 triliun sebagai uang muka supaya kita mendapatkan vaksin tersebut," kata Terawan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 27 Agustus.

Menurut Terawan, angka ini sudah disepakati dalam rapat koordinasi gabungan antarkementerian. Kini, pihaknya melaporkan anggaran uang panjer produksi vaksin tersebut ke Komisi IX DPR RI.

"Saya akan melaporkan ke Komisi IX mengenai anggaran yang akan kami ajukan untuk uang muka atau uang jaminan pengadaan vaksin baik di 2020 kesiapannya maupun 2021 saat akan mulai dilaksanakan vaksinasi sambil menunggu uji klinis vaksin fase tiga," tuturnya.

Seperti diketahui, saat ini ada dua jenis vaksi yang dipesan pemerintah dari luar negeri. Pertama, ada vaksin dari perusahaan farmasi China, Sinovac Biotech. Rencananya, ada 20 juta dosis vaksin yang bakal didatangkan ke Indonesia di akhir 2020.

Kedua, vaksin G42 UAE bekerja sama dengan sinopharm akan menyediakan 10 juta vaksin pada desember 2020. Sementara, pengadaan vaksin akan diteruskan pada 2021.

Dalam sistem pemakaiannya, vaksin diinjeksi di tubuh manusia sebanyak 2 kali. Dengan begitu, pemerintah memprediksi akan ada 15 juta orang yang akan divaksin pada Desember 2020.

Saat ini, pemerintah sudah memesan 340 juta dosis vaksin dari China. Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyebut, manuver pemerintah memborong jatah vaksin yang akan diproduksi dari China diklaim sebagai upaya melindungi masyarakat Indonesia agar penularan COVID-19 bisa ditekan.

"Kita harus mampu menyediakan perlindungan kepada masyarakat, dalam konteks ini vaksin yang pada saat yang bersamaan pemerintah Indonesia melalui konsorsium yang ada juga mengembangkan vaksin sendiri," jelas Wiku. 

Wiku memprediksi pengembangan vaksin merah putih oleh Lembaga Bio Molekuler Eijkman dan PT Biofarma, proses uji klinis hingga diproduksi massal membutuhkan waktu yang cukup lama.

Dengan begitu, ketika hasil pengembangan vaksin dalam negeri masih belum cukup tersedia untuk 267 juta masyarakat, pemerintah telah punya cadangan vaksin yang diborong dari luar negeri.

"Dengan kita sudah melaksanakan negosiasi (pemesanan vaksin) lebih awal, kita bisa memastikan akses tersebut jika (perhitungan vaksin dalam negeri) meleset," ungkap Wiku.

"Tentunya, kami selalu memonitor ketersediaan vaksin yang ada di pengembang-pengembang dunia, termasuk juga mendorong produksi vaksin merah putih dari konsorsium yang ada di Indonesia," imbuh dia.