DPR yang Menilai Erick Thohir Petantang-petenteng Urusi Vaksin COVID-19
Menteri BUMN, Erick Thohir. (Foto: Kementerian BUMN)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian BUMN yang dipimpin Erick Thohir, melalui salah satu perusahaan BUMN farmasi, Bio Farma sedang mengembangkan vaksin COVID-19 bersama dengan perusahaan farmasi asal China, Sinovac. Namun langkah ini mendapat sorotan dari Komisi VII DPR.

Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PAN Andi Yuliani Paris menilai, bahwa pengembangan vaksin adalah ranah Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Ia pun lantas mempertanyakan posisi Kementerian tersbeut dalam pengembangan obat dan vaksin virus SAR-COV-2 atau COVID-19.

Yuliani mengaku, semakin merasa aneh ketika yang muncul di publik dan menyampaikan perkembangan vaksin adalah Menteri BUMN Erick Thohir. Pasalnya, yang harusnya muncul ke publik adalah Kemenristek/BRIN.

"Saya juga kaget, Pak. Ngapain sekarang Kementerian BUMN petantang-petenteng Pak Menterinya ngurusin vaksin. Saya politisi tetapi saya tidak suka sesuatu itu dipolitisasi. Enggak apa-apa saya agak keras soal ini, harusnya ini ranah Ristek/BRIN dalam mengembangkan vaksin," katanya, dalam rapat Komisi VII dengan Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro, Rabu, 26 Agustus.

Menurut Yuliani, Kemenristek/BRIN diberi kekuatan melalui undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi perihal pembuatan maupun pengembangan vaksin.

"Di mana posisi Bapak? Kelihatannya Ristek/BRIN ini tidak berfungsi. Padahal sudah diberikan kewenangan melalui UU ini, ada disebutkan secara jelas tentang audit dan cleaning technology, malah di sini disebutkan hukuman yang jelas," tanyanya.

Kemudian, Yuliani juga mempertanyakan, apakah Kemenristek/BRIN mengawasi spesimen yang mungkin dipakai oleh lembaga riset di luar negeri yang sedang mengembangkan vaksin dengan darah dari warga negara Indonesia.

Menurut Yuliani, hal ini penting untuk diawasi. Karena aturannya jelas tertuang di dalam UU Nomor 11 Tahun 2019 bahwa jika mengeluarkan spesimen ke luar negeri tanpa izin terdapat hukuman yang luar biasa baik denda maupun hukuman tahanannya.

"Kemudian lembaga luar negeri ingin melakukan penelitian di dalam negeri itu juga diatur Pak. Kalau tidak mendapatkan izin itu juga ada hukumannya baik pidana maupun administrasi maupun denda. Jadi saya ingin memberikan penguatan kepada Ristek/BRIN untuk melaksanakan ini," ucapnya.

Di sisi lain, Yuliani juga mempertanyakan, apakah Erick Thohir sudah melakukan koordinasi dengan Kementerian Ristek/BRIN, jikapun sudah seharunya tetap bukan Erick yang muncul di publik untuk memberikan informasi mengenai vaksin.

"Sudah pernah Pak? Iya? Harusnya tidak begitu Pak. Leading sector-nya itu di Bapak soal vaksin ini. Bukan di Menteri BUMN," ucapnya.

Merespons hal tersebut, Bambang mengatakan, peran Menteri BUMN Erick Thohir terkait vaksin karena ditunjuk sebagai Kepala Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dia juga menuturkan, sejumlah menteri menjadi anggota dalam komite tersebut.

"Mengenai vaksin mungkin posisi Menteri BUMN bukan Menteri BUMN-nya, tapi seperti bapak ibu tahu Menteri BUMN ditunjuk sebagai ketua pelaksana dari Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional," kata Bambang.

Lebih lanjut, mengenai riset dan inovasi terkait penanganan COVID-19 yang dilakukan Kemenristek/BRIN, kata Bambang, telah masuk dalam tahap industri. Bahkan, sudah masuk ke dalam pengadaan.

"Intinya kalau untuk pertama mengenai riset dan inovasi terkait COVID-19 itu produk-produk yang sudah kami hasilkan dari test kit, ventilator dan seterusnya yang peting sekarang sudah di industri, sudah produksi masal, yang penting lagi dalam tanda petik dilakukan pengadaan baik Kemenkes maupun satuan tugas," jelasnya.