Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan operasi tangkap tangan (OTT) akan terus dilakukan untuk memberantas korupsi di Tanah Air. Apalagi, sejauh ini, operasi senyap yang dilakukan selalu terbukti di pengadilan.

Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan ratusan OTT yang dilakukan, seluruhnya terbukti di pengadilan tanpa terkecuali.

"Jika kita merujuk pada data fakta, selama KPK berdiri telah melakukan 141 kali OTT yang 100 persen terbukti di persidangan," kata Ali kepada wartawan, Selasa, 11 Januari.

Atas alasan inilah, KPK akan terus melakukan tangkap tangan terhadap para pelaku tindak pidana korupsi. Lagipula, Ali bilang, pihaknya tidak akan tebang pilih dalam upaya penindakan.

"KPK tidak mungkin melakukan tebang pilih dalam melakukan penegakkan hukum pemberantasan korupsi," tegasnya.

Tak hanya itu, komisi antirasuah akan fokus menangani dugaan suap pengadaan barang dan jasa yang menjerat Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi atau Pepen. Sehingga, ke depan, penanganan kasus yang berawal dari OTT tersebut bisa terbukti di persidangan sama seperti operasi senyap lainnya.

"KPK akan terus fokus merampungkan proses penyidikan dan penuntutannya," ungkap Ali.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Rahmat Effendi atau Pepen bersama delapan orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi.

Pepen bersama M. Bunyamin yang merupakan Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi; Lurah Jati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi ditetapkan sebagai penerima suap.

Sementara Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; swasta bernama Lai Bui Min; Direktur PT Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawa Lumbu, Makhfud Saifudin ditetapkan sebagai pemberi suap.

Sebagai penerima suap, Pepen dan empat orang lainnya disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara para pemberi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.